Lihat ke Halaman Asli

Chaerul Sabara

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Meski Bukan Lagi Ibu Kota Negara, Jakarta Tetap Wajah Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2022   02:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Mural ondel-ondel dan Monas. (Foto: KOMPAS/AGUS SUSANTO) 

Baru saja Kota Jakarta memperingati Ulang Tahunnya yang ke 495, sebuah usia yang sudah cukup tua bagi sebuah kota di Indonesia.

Meski mungkin belum setua Kota Palembang yang tercatat sebagai kota paling tua di Indonesia, yang baru saja memperingati ulang tahun yang ke 1339 pada 17 Juni lalu. Atau juga belum setua kota Kediri (1218) dan Kota Surabaya (729).

Perjalanan panjang Kota Jakarta berawal dari peristiwa yang berdasarkan pada waktu Fatahillah atau yang juga dikenal sebagai Faletehan menaklukkan Sunda Kelapa dari tangan Portugis.

Dalam catatan sejarah terjadi pada 22 Juni 1527, di mana setelah penaklukan itu nama Sunda Kelapa diganti oleh Fatahillah menjadi Jayakarta.

Sejak dahulu Sunda Kelapa yang diganti nama menjadi Jayakarta telah menjadi daerah yang ramai dan menjadi tempat tujuan dan berkumpulnya para pedagang dari Cina, India, Arab, Eropa, dan nusantara. 

Sebagai tempat perdagangan komoditas dari wilayah nusantara, Jayakarta berkembang dengan sangat pesat dan tentu saja menjadi incaran untuk dikuasai oleh penjajah.

Pada 1619, Jayakarta dihancurkan oleh VOC Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen. Pemerintah kolonial ini kemudian melakukan pengembangan kota yang sudah mulai padat dengan membangun kota baru di bagian barat sungai Ciliwung.

Kota baru tersebut oleh pemerintah kolonial dinamakan Batavia yang kelak menjadi nama pengganti Jayakarta selama lebih dari tiga abad sejak 1619-1942. Kawasan Batavia pada waktu dibangun dengan dikelilingi tembok sebagai benteng dan parit sebagai perlindungan dan menjadi tempat bermukim bangsa Eropa. Sementara itu di luar tembok dan gerbang Batavia, dihuni oleh orang-orang Cina, Jawa, India, Arab dan Pribumi lainnya.

Pada masa penjajahan Jepang, nama Batavia kemudian diganti oleh penguasa Jepang menjadi Djakarta Tokubetsu Shi atau Djakarta pada 8 Desember 1942. Hal ini sebagai upaya yang bertujuan untuk menghilangkan pengaruh Belanda di kawasan tersebut. 

Setelah Jepang menyerah kalah pada sekutu dan Indonesia pun memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, nama Jakarta tetap dipakai namun kata Tokubetsu Shi tentu saja dihilangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline