Lihat ke Halaman Asli

Chaerul Sabara

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Tebu dalam Perayaan Imlek

Diperbarui: 31 Januari 2022   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Penjual tebu di pasar Pecinan Makassar (dokpri: Mahaji Noesa)

Tahun Baru Imlek 2573 Kongzili yang juga menandai dimulainya tahun Macan Air 2022, sudah mulai terlihat nuansanya beberapa hari belakangan ini, pernak-pernik imlek sudah ramai terlihat tidak saja di rumah-rumah saudara kita etnis Tionghoa yang merayakannya tapi di toko-toko, pusat perbelanjaan, hotel-hotel nuansa imlek cukup terasa semarak.

Pernak-pernik imlek menjadi barang yang laris dicari oleh orang-orang yang merayakannya. Salah satu yang menarik perhatian jika kita berkunjung ke pasar pecinan di kota Makassar yang terletak di Jalan Bacan adalah banyaknya tebu yang dijual, baik itu tebu yang berwarna keunguan ataupun yang berwarna kekuningan.

Yah, jika hari-hari biasa mana ada kita dapatkan orang yang menjual tebu apalagi yang masih lengkap dengan daunnya yang panjang-panjang, rupanya tebu bagi etnis Tionghoa memiliki makna dan filosofi serta sejarah tersendiri yang menjadikannya sebagai suatu tradisi yang mesti ada saat perayaan imlek.

Ramainya penjualan serta besarnya permintaan tebu menjelang perayaan imlek, tentu merupakan berkah tersendiri bagi petani tebu dan juga penjualnya, dan ini tentu patut disyukuri.

Seperti kita ketahui, bahwa ada banyak barang atau pernak-pernik yang "wajib" ada dalam perayaan imlek seperti misalnya Lampion, pohon-pohon angpao, kue keranjang, nanas, ikan bandeng dan banyak lagi termasuk tebu. Ini menarik karena pasti ada makna dan filosofi yang terkandung di dalamnya.

Menurut hikayat tradisi tebu menjadi bagian penting dalam perayaan imlek adalah saat dahulu ketika terjadi peperangan, orang-orang menyelamatkan diri dengan bersembunyi di hutan, pada saat orang-orang yang bersembunyi itu mengetahui bahwa imlek telah tiba, dan akan melakukan ritual kepada leluhur, tetapi tidak ada kebutuhan yang sama sekali tersedia di tengah hutan itu termasuk buah-buahan kecuali hanya tebu. Oleh karena itu tebu mereka jadikan syarat ritual persembahan terhadap leluhur dan itu terus berlanjut dan menjadi tradisi hingga saat ini.

Disamping itu dalam perjuangan mereka saat peperangan dahulu hingga mereka terbebas dan merdeka, mereka juga memaknai tebu sebagai simbol dari kemerdekaan.

Tradisi menyimpan atau memasang tebu di rumah-rumah sehari sebelum perayaan imlek hingga saat perayaan Cap Go Meh 15 hari setelah jatuhnya imlek juga dimaknai dalam pesan filosofis yang ada pada wujud tebu. Pemasangan tebu ini diyakini dapat melindungi keluarga pemilik rumah dan usaha mereka dari pengaruh negatif, selain itu diyakini pula bahwa ini dapat mendatangkan rejeki dan memberi harapan di tahun baru yang lebih baik.  

Keyakinan ini didasari dari sebuah legenda yang menceritakan ketika seorang raja berhasil selamat dari maut setelah sang raja sembunyi di bawah tanaman tebu. Karenanya itu, tebu disimbolkan sebagai sesuatau yang dapat melindungi seluruh keluarga pemilik rumah dan usahanya. Di samping itu, filosofi tebu merupakan tanaman yang melambangkan kehidupan., semakin panjang batang tebu itu, maka umur kehidupan juga kian panjang.

Demikian juga dengan jumlah ruas di setiap batang tebu. Semakin banyak jumlah ruasnya, maka dipercaya akan makin banyak membawa rezeki. Dalam bahasa Mandarin, filosofi tersebut dikenal dengan sebutan Ciek Ciek Shiang Shiang, yang artinya setiap ruas yang ada pada tebu melambangkan tahapan kehidupan manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline