Selangkah lagi Timnas Indonesia yang diasuh Shin Tae-yong akan mewujudkan impian panjang pasukan Garuda untuk menjuarai piala AFF Suzuki Cup yang dulu bertitel Piala Tiger. Apakah penantian panjang di final ke enam ini bakal terwujud.? Sepertinya jawabannya adalah "ya", Timnas kita memiliki modal yang cukup untuk menggapai impian itu.
Semakin hari Timnas merah putih semakin matang, variasi permainan juga semakin variatif dan dinamis, harus diakui bahwa pelatih Shin Tae-yong mampu meracik timnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tim.
Meski masih ada yang meragukan kualitas Asnawi Mangkualam Bahar dan kawan-kawan, terutama dengan melihat hasil partai semifinal leg 2 menghadapi Singapura yang oleh sebagian orang dicibir "karena nyaris kalah" melawan 9 pemain Singapura.
Yah, orang-orang hanya melihat dan menilai 9 orang dan bahkan 8 orang pemain lawan yang nyaris membuat Timnas Indonesia kalah, dan ini mereka anggap sebagai bukti lemah dan kurangnya kualitas Timnas Indonesia.
Padahal yang terjadi tidaklah sesederhana itu, harus diingat bahwa melawan Singapura di semifinal leg 2 tersebut saat kick off babak pertama yang ada adalah 11 melawan 11. Perubahan menjadi melawan 10,9 dan bahkan 8 pemain adalah akibat dari tekanan tinggi dari permainan di lapangan. Yah sekali lagi, ini akibat dari kuatnya tekanan yang dihadapi pasukan The Lions dari Timnas Garuda.
Yang juga perlu diingat adalah dimana laga ini dilangsungkan.? Timnas merah putih dua kali harus bermain di hadapan publik "tuan rumah", meski format pertandingan tandang-kandang tapi yang dilakoni Timnas Indonesia melawan Singapura ini semuanya adalah tandang. Dan faktor ini sangat penting untuk dipahami bahwa bermain tandang itu punya tantangan tersendiri, makanya dalam aturan resmi FIFA gol tandang itu punya nilai lebih jika dibandingkan dengan gol kandang. Jadi dalam hal ini Timnas Singapura sangat diuntungkan dengan posisi mereka sebagai tuan rumah Piala AFF 2020 ini.
Dari laga semifinal melawan Singapura, khususnya leg 2 inilah kita bisa melihat mentalitas Timnas secara keseluruhan, bahwa secara tim anak asuh Shin Tae-yong ini telah memiliki mentalitas dan kualitas permainan sebagai juara.
Betapa tidak bermain dihadapan publik tuan rumah kita bisa unggul cepat di menit ke-11, menguasai jalannya pertandingan dan membuat tim tuan rumah bekerja keras hingga harus bermain keras untuk menghadapi tekanan dan juga untuk memprovakasi mental Asnawi dkk agar tersulut emosinya.
Hal inilah yang membuat akhirnya Singapura harus menerima konsekwensi logis dari permainan keras yang mereka tunjukkan dengan keluarnya kartu kuning kedua bagi Shafuan Baharuddin. Tapi disisi lain provakasi mereka atas emosi pemain Indonesia berhasil dengan baik sehingga konsentrasi Fachruddin, Rahmat Iriyanto yang diprovokasi oleh Shafuan dan pemain Singapura lainnya terganggu hingga menyebabkan lubang kecil yang bisa dimanfaatkan Song Ui-young untuk menciptakan gol penyeimbang.
Sejatinya bermain dengan 10 pemain bukanlah kiamat bagi sebuah tim, hanya saja akan sedikit berpengaruh pada keseimbangan untuk bertahan dan menyerang. Dengan 10 pemain, tim yang butuh mencetak gol tentu akan lebih memprioritaskan bermain menyerang dengan konsekwensi lini pertahanan akan rapuh, demikian pula sebaliknya jika tim hanya butuh untuk tidak kebobolan, maka lini pertahanan menjadi prioritas utama dan hanya menunggu kesempatan mencuri gol melalui serangan balik.
Dengan kedudukan imbang 1-1 Singapura tentu tidak begitu penting dengan mencetak gol, konsentrasi mereka tentu ke pertahanan dengan strategi bertahan yang lebih rapat, kondisi ini justru lebih memperkuat pertahanan Singapura ketimbang jika bermain normal 11 pemain. Namun Indonesia dengan spartan terus menekan Singapura yang all out bertahan, hingga untuk mengamankan gawangnya dari kebobolan palang pintu terakhir Singapura Irfan Fandi harus rela menerima kartu merah langsung usai melanggar Irfan Jaya.