Lihat ke Halaman Asli

Chaerul Sabara

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Kue Tradisional Bugis Makassar, Pelengkap Wajib Pesta Pernikahan (2)

Diperbarui: 18 Agustus 2021   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: pengantin.blogspot.com

Pernikahan memiliki makna mendalam bagi masyarakat Nusantara, segala tradisi dan atribut yang menyangkut pernikahan tentunya mempunyai pesan filosofis yang penuh makna. 

Demikian pula bagi masyarakat Bugis Makassar, segala bentuk dan pernik dalam prosesi upacara pernikahan pun mempunyai nilai-nilai filosofis. Mulai dari baju pengantin, pelaminan hingga kebiasaan-kebiasaan lainnya, termasuk hidangan yang disajikan untuk menyambut tamu.

Bagi masyarakat suku Bugis Makassar, sajian penganan pun sejatinya tak hanya melulu soal rasa enak, manis atau gurih di lidah, melainkan memberikan arti dan makna bagi sang pengantin baru, yang dilambangkan dalam rasa, bentuk dan tampilan kue-kue yang "wajib" disajikan.

Dalam tulisan sebelumnya saya telah mengunggah tulisan kue basah yang "wajib" di acara pesta pernikahan masyarakat suku Bugis Makassar, nah kali ini saya coba menghadirkan tentang kue-kue keringnya yang terdiri dari empat macam kue.

1. Bannang-bannang(Makassar)/Nennu'-nennu'(Bugis)

Foto: dokpri

Bentuk Bannang-bannang ini cukup unik karena terlihat seperti jalinan benang kusut, dengan rasanya yang manis. Bannang-bannang atau Nennu'-nennu' berbahan dasar tepung beras dan gula merah, yang cara pembuatannya dengan digoreng memakai alat khusus dari batok kelapa tapi bisa juga dimodifikasi dengan botol yang tutupnya dilubangi.

Bagi orang Bugis Makassar Bannang-bannang ini memiliki filosofis sendiri. Bentuknya yang menyerupai gulungan benang tanpa ujung dan pangkal berisi makna mendalam. Pasangan suami-istri yang menikah diharap akan terus menjalin ikatan rumah tangga tanpa henti, dalam kondisi yang tersulit dan terberat sekalipun.

Bannang-bannang dengan bentuk seperti benang kusut, yaitu benang yang pangkal dan ujungnya tidak dapat diketahui berada dimana bagi masyarakat Bugis Makassar ini bermakna filosofis, yang pertama bahwa sebagai manusia kita tidak perlu mempermasalahkan siapa diri kita, darimana asal-usul kita, selama yang kita lakukan dan yang kita jalani adalah mulia, maka lakukanlah.

Makna yang kedua, yaitu sebagai gambaran jalannya roda kehidupan rumah tangga sebagai satu kesatuan yang saling terkait, bersatunya dua keluarga yang saling membutuhkan dan saling mengisi yang takkan pernah bisa dipisahkan kecuali oleh maut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline