Lihat ke Halaman Asli

Chaerul Sabara

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Memaknai 5 Peribahasa Bugis dalam Kehidupan

Diperbarui: 13 Juni 2021   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image:dictio.id

Peribahasa sejatinya merupakan bentuk sastra tutur yang banyak dijumpai dalam kesusastraan lama, wujud dari cara berpikir bangsa pada zaman dahulu. Hubungan interaksi yang sangat erat dengan lingkungan sekeliling menimbulkan ilham dan cermin perbandingan terutama dari ahli-ahli pikir atau tetua-tetua kala itu.

Peribahasa pada dasarnya adalah susunan kalimat yang singkat dan merupakan sari pati atau kristalisasi pemahaman dan pengalaman hidup  bagi penuturnya. Dapat juga dikatakan sebagai filsafat sederhana jika dilihat secara lebih spesifik, namun kebanyakan peribahasa mengandung ajaran-ajaran filsafat dari penuturnya yang berisi kebijaksanaan hidup yang melekat pada lingkungan.

Peribahasa terbentuk atau tercipta berdasarkan perbandingan dan pandangan yang menyatu dan seksama terhadap alam sekeliling dan peristiwa yang berlaku di dalam masyarakat, yang kemudian tertuang dalam narasi filosofis yang menyentuh akal dan perasaan. Oleh karena itu peribahasa dapat melekat di dalam hati dan perasaan orang secara turun temurun.

Seperti dengan kebanyakan budaya dan suku lain di Nusantara, orang Bugis juga memiliki ragam peribahasa yang bermakna filosofis dan mendalam yang masih dianut dan diajarkan secara turun-temurun sebagai petuah ataupun pegangan hidup yang memiliki nilai "sakral" bagi orang-orang Bugis.

Peribahasa tersebut memiliki berbagai macam makna, seperti perilaku manusia, kebiasaan masyarakat, atau juga pengabdian kepada Tuhan.

Berikut beberapa peribahasa Bugis yang penuh dengan makna filosofis yang masih menjadi pegangan oleh sebagian besar orang Bugis di manapun berada.

1. Dek nalabu' essoe ri tengngana bitarae

 secara harafiah terjemahannya adalah: 

"tak akan tenggelam matahari di tengah langit."

Kalimat singkat peribahasa ini memiliki makna dan pesan yang mendalam sebagai petuah dan pegangan dalam mengarungi kehidupan, bahwa segala hal dalam diri manusia sudah digariskan oleh Yang Kuasa. Petuah yang berisi tentang keyakinan dan tak perlu ada keraguan akan sesuatu apalagi rasa khawatir yang berlebih, karena takakan mungkin menimpa atau terjadi sesuatu jika itu belum waktunya.

Seseorang akan mendapatkan sesuatu bila memang sudah waktunya. Manusia akan menemui ajal jika memang sudah waktunya. Kewajiban manusia hanyalah menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, selebihnya adalah urusan yang maha kuasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline