Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan sebagai Sarana Artikulasi Ulang Gelar Manusia

Diperbarui: 12 September 2022   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada 31 Agustus 2022, para menteri lingkungan hidup dan iklim negara-negara G20 mengadakan pertemuan di Badung, Bali serta menyepakati sejumlah isu lingkungan yang nantinya akan dibawa dalam pertemuan puncak G20 November 2022. Tema perubahan iklim akhir-akhir ini menjadi salah satu tema yang diusung dalam berbagai forum regional.

 Tema ini menggambarkan keprihatinan bersama mengenai perubahan iklim yang terjadi di berbagai belahan dunia sebagai akibat dari perusakan alam. Atas keprihatinan ini, tema isu lingkungan diharapkan mendorong banyak pihak untuk berjalan bersama mewujudkan pembangunan yang semakin ramah pada lingkungan.

Seiring berkembangnya zaman pembangunan semakin pesat terjadi di berbagai belahan dunia.  Pembangunan merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh banyak negara demi kesejahteraan hidup bersama.Namun, pembangunan yang dilakukan memiliki efek jangka panjang tak hanya bagi manusia, tetapi bagi kelangsungan hidup makhluk lainnya.

Gelar Manusia

       Dalam perkembangan evolusi manusia, banyak nama-nama yang muncul untuk manusia seperti homo sapiens dan lainnya. Seiring berjalannya waktu, bermunculan pula gelar-gelar baru sesuai dengan daerah ditemukannya tulang belulang manusia. Di Indonesia sendiri terdapat 3 jenis homo yaitu Homo Wajakensis, Homo Soloensis, dan Homo Floresiensis.

       Selain itu, manusia sebagai makhluk istimewa pun digelari banyak gelar. Diantaranya yang sering kita dengar adalah homo socius (manusia sosial), homo economicus (manusia pencari keuntungan), homo technologicus (manusia yang berteknologi) serta beberapa gelar lainnya . Gelar-gelar itu muncul berdasarkan kemampuan manusia untuk mempertahankan dan menambah kualitas  hidupnya di tengah tantangan lingkungan yang cukup keras.

       Homo economic misalnya, menggambar kemampuan manusia untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya demi pemenuhan kebutuhan hidup dirinya dan kelompoknya. Yang marak pada zaman ini adalah homo technologicus, di mana manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengembangkan teknologi yang ada lagi-lagi demi pemenuhan kebutuhan hidup.

Dampak dari gelar-gelar ini manusia mampu menciptakan dunia yang kita kenal saat ini. Dunia yang berkembang sangat pesat, di satu sisi memberikan keuntungan bagi banyak pihak tetapi di satu sisi memberikan efek negatif bagi alam.

       Ada 1 gelar manusia yang terkadang terlupakan yaitu Homo Religiosus. Istilah homo religiosus ini pertama kali dipopulerkan oleh Mircea Eliade. Homo religiosus adalah tipe manusia yang memiliki kesadaran bahwa ia hidup dalam suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai keagamaan dan dapat menikmati kesucian yang ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, tumbuhan, hewan, dan manusia.

Pada intinya manusia dengan gelar religioisus merupakan manusia yang menjunjung tinggi nilai keagaamaan dengan salah satu misinya adalah merawat dan menghargai seluruh ciptaan di dunia sebagai usaha pula menjaga kesucian dari alam yang sakral ini. Homo religiosus sering dibatasi dengan arti manusia yang suci dan kudus menurut kriteria agama tertentu. 

Padahal jika digali lebih dalam, homo religiosus adalah ciri manusia yang percaya bahwa alam yang ia tempati sungguh hidup dan patut untuk dipuji dan dijaga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline