Lihat ke Halaman Asli

Marlissa

Pajuang Emmaus

See, Judge, and Act

Diperbarui: 24 Februari 2022   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sangatlah sulit membayangkan bagaimana bisa untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama. Seperti banyak kasus yang kita tahu, begitu banyak peristiwa intoleransi di Indonesia ini, bahkan di berbagai belahan dunia ini. Selalu saja ada kasus intoleransi yang terjadi satiap tahunnya.

Dikutip dari kompas.com kurang lebih 62 kasus intoleransi pada tahun 2020 yang disampaikan oleh Halili, dalam konferensi pers, Selasa (6/4/2021). Bukankah sangat sulit jika hanya membayangkan bagaimana mewujudkan toleransi tersebut? Jika anda berfikir demikian, pada awalnya saya suga berfikiran sama.

Walau begitu, bukan tidak mungin untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama yang selama ini hanya kita pandang sebagai angan-angan belaka. Sudah sewajarnya kita sebagai umat beragama mengerti bahwa keberagaman itu unik. Tidak ada agama yang mengajarkan kita untuk saling membenci. Adanya perbedaan guna saling melengkapi satu dengan yang lain.

Sebagai makhluk ciptaan yang paling sempurna, kita diberi akal budi, hati nurani, dan kebebasan untuk berpikir, merasa, dan bertindak sebagaimana seperti yang biasa kita lakukan secara sadar dan tidak sadar. Maka saya menawarkan kepada kita untuk lebih peka dan merefleksikan peristiwa-peristiwa penting yang sering terjadi di sekitar kita namun sering terlewat dari kesadaran kita melalui 3 tahapan singkat yakni "See, Judge, and Act" Yang saya rasa sangat baik untuk kita terapkan dalam keseharian kita sebagai wujud awal yang sederhana dari usaha menciptakan toleransi antar umat beragama.

SEE. Kita semua mungkin pernah melihat, mendengar, atau bahkan mengalami intoleransi. Hal inilah sebagai tahap awal kita mendapat informasi bagi diri kita, yang pada umumnya langung kita beri tanggapan yang kita sendiri pun belum tentu mengerti apakah informasi ini benar adanya. 

Apalagi pada zaman ini yang hampir semua berpacu pada IOT (Internet of Think's) dan juga algoritma madsos yang harus benar-benar kita sadar akan itu, yaitu echo chamber & filter buble yang membawa kita pada suatu alur yang sama, entah fact or fake. 

Kalaupun benar, sudah seharusnya kita tidak bertindak reaktif akan hal-hal seperti ini, namun mencoba melihat dari berbagai sudut pandang dahulu. Satu peristiwa yang coba saya tampilkan disini, sebagai contoh yaitu kasus SMKN 2, Padang. 

Jika hanya melihat sekilas, maka sudah pasti lita langsung mengecap yang tidak-tidak. Entah "Dari kelompok apa? atau dari ras apa? atau dari agama apa?" Lalu dengan singkat mengambil kesimpulan yang memicu kegaduhan. Inilah yang terjadi jika kita hanya memikirkan kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu.

JUDGE. Masih pada contoh kasus yang sama (SMKN 2, Padang), kita semua tau mengenai kejadian itu, apakah kita harus langsung menanggapinya dengan agresif ? Apakah jika satu orang  dari kelompok, ras, atau agama itu membuat kesalahan, maka kelompok, ras, atau agama itu buruk secara keseluruhan? Tidak bukan. Cobalah untuk tidak mengklaim sebuah peristiwa secara abstrak, namun lebih bersifat reflektif. 

Berfikirlah bahwa ketika kita bertindak atau menyampaikan sebuah pendapat "Apakah ini sudah pada porsinya? Apakah dengan melakukan hal ini, saya membantu mencairkan suasana, atau malah akan memicu konflik?" Benar bahwa kita tidak bisa diam saja, namun ketika  kita bersuara, refleksikanlah dahulu apa yang akan kita suarakan agar tindak dan apa yang kita sampaikan, dapat menjadi role model     atau suatu bahan   positif untuk suasana yang sedang tidak baik-baik saja ini.

ACT. Berbicara mengenai tindakan, kita sebagai manusia, khususnya kita para kaum muda, pasti selalu ingin menjadi bagian dari orang-orang yang menyuarakan atau memprotes hal-hal yang menyeleweng. Terutama ketika menyangkut ideologi dan semacamnya. Kita selalu ingin menunjukan bahwa seperti apa idealnya kita bertindak atau seperti apa seharusnya semuanya terjadi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline