Sistem zonasi adalah salah satu jalur penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang berdasarkan pada domisili calon peserta didik. Sistem ini diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 dengan tujuan untuk mendorong peran komunitas dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan akses dan kesetaraan pendidikan, serta mengurangi biaya transportasi dan akomodasi bagi peserta didik. Sistem zonasi memiliki proporsi kuota yang paling besar dibandingkan dengan jalur lainnya, yaitu minimal 50 persen dari daya tampung sekolah1.
Sistem zonasi PPDB sering menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari orang tua dan calon peserta didik. Beberapa alasan yang mendasari sikap kontra antara lain adalah adanya persepsi bahwa sistem zonasi mengorbankan prestasi akademik, menghilangkan hak memilih sekolah, serta menimbulkan ketidakadilan bagi calon peserta didik yang berasal dari luar zona. Namun, apakah sistem zonasi benar-benar tidak memiliki manfaat dan keunggulan? Dalam essay ini, saya akan mencoba untuk membela sistem zonasi dengan mengaitkannya dengan isu kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah.
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh sistem pendidikan di Indonesia adalah kesenjangan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Kesenjangan ini terlihat dari berbagai aspek, seperti ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, jumlah dan kualifikasi guru, anggaran dan alokasi dana pendidikan, serta hasil dan capaian pembelajaran. Berdasarkan data Kemendikbud tahun 20192, terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah sekolah, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, guru, dan siswa antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Selain itu, berdasarkan hasil PISA tahun 20183, terdapat perbedaan rata-rata skor tes antara siswa yang berasal dari daerah perkotaan dan daerah pedesaan sebesar 59 poin untuk literasi membaca, 66 poin untuk literasi matematika, dan 63 poin untuk literasi sains.
Kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah ini tentu saja berdampak negatif bagi proses dan hasil pembelajaran siswa. Siswa yang berasal dari daerah pedesaan cenderung memiliki akses yang lebih rendah, kualitas yang lebih buruk, dan prestasi yang lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang berasal dari daerah perkotaan. Hal ini dapat menimbulkan ketimpangan peluang dan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan potensi dan bakat mereka, serta untuk berpartisipasi dalam perekonomian dan masyarakat.
Dalam konteks ini, sistem zonasi PPDB dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah. Sistem zonasi dapat memberikan manfaat dan keunggulan sebagai berikut:
Mendorong pemerataan kualitas pendidikan antara sekolah-sekolah di daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Dengan sistem zonasi, calon peserta didik tidak dapat memilih sekolah berdasarkan kualitas atau reputasinya, melainkan harus mendaftar ke sekolah yang berada di dalam zona domisilinya. Hal ini dapat mendorong sekolah-sekolah di daerah pedesaan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikannya agar dapat bersaing dengan sekolah-sekolah di daerah perkotaan. Selain itu, sistem zonasi juga dapat mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan alokasi dan distribusi dana, sarana, prasarana, dan sumber daya manusia pendidikan secara merata antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan.
Meningkatkan akses dan kesetaraan pendidikan bagi calon peserta didik yang berasal dari daerah pedesaan. Dengan sistem zonasi, calon peserta didik yang berasal dari daerah pedesaan memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dengan calon peserta didik yang berasal dari daerah perkotaan. Sistem zonasi juga dapat mengurangi biaya transportasi dan akomodasi yang harus dikeluarkan oleh calon peserta didik dan orang tua mereka untuk bersekolah di daerah perkotaan. Hal ini dapat menghemat pengeluaran keluarga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Meningkatkan partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan sistem zonasi, calon peserta didik akan bersekolah di sekolah yang berada di dekat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap sekolah tersebut. Masyarakat dapat berperan aktif dalam mendukung, mengawasi, dan memberi masukan kepada sekolah untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikannya. Selain itu, sistem zonasi juga dapat meningkatkan interaksi dan kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mendidik anak-anak.
Sebagai referensi tambahan, berikut adalah beberapa jurnal disertasi yang membahas tentang sistem zonasi PPDB dan kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah:
Pratama, A.R., & Suryadarma, D. (2020). The impact of school zoning policy on student achievement: Evidence from Indonesia. International Journal of Educational Development, 77, 102226.
Widiastuti, N., & Wibowo, A. (2019). The implementation of school zoning policy in Indonesia: A case study in Bandung City. Journal of Education and Learning, 8(6), 1-10.
Kusumawardani, N., & Suryadarma, D. (2019). The effect of school infrastructure on student achievement: Evidence from Indonesia. International Journal of Educational Development, 66, 117-128.
Sari, R.P., & Prasetyo, A.B. (2019). The impact of school zoning policy on student achievement and school quality: Evidence from Yogyakarta City. Jurnal Pendidikan Ekonomi Dan Bisnis (JPEB), 7(2), 123-136.
Demikian essay saya mengenai perlu tidaknya sistem zonasi pada PPDB yang didukung dengan kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah disertai jurnal disertasi dan berada pada kubu pro. Semoga bermanfaat
#Amerta2023 #KsatriaAirlangga#UnairHebat #AngkatanMudaKsatriaAirlangga #BanggaUNAIR #BaktiKamiAbadiUntukNegeri #Ksatria(14)_Garuda(21) #ResonansiKsatriaAirlangga #ManifestasiSpasial #GuratanTintaMenggerakkanBangsa.