Pixabay.com
Aku memakan soto Elang. Suasana terasa sunyi. Fahmi juga tidak berkomentar. Rindu dan Hera saling berbisik-bisik.
Aku cepat-cepat menyelesaikan makan lalu menyenggol bahu Hera. "Cabut, yuk."
Fahmi dan Elang juga mengikuti kami sedang Jesi masih duduk dengan muka kusut. Masa bodoh dengan mereka yang penting bisa jauh-jauh dari Jesi. Dari tadi senyumnya terlihat mengejek.
Tanganku berpegangan pada dinding pembatas tangga. Tiba-tiba terasa pusing membuatku menghentikan langkah.
"Kamu kenapa?" tanya Fahmi.
"Mi, hari ini jadwalmu dan Hera untuk persiapan kan? Buruan." Elang mendorong bahu Fahmi hingga nyaris terjungkal.
"Eh, iya. Ayo, Mi." Hera menarik tangan Fahmi dan berlari menaiki tangga. Fahmi mengulurkan tangan ke belakang, tak rela meninggalkanku.
"Buruan. Jalan kaya siput." Elang mendahului naik tangga.
Aku mendongak, melihat langkah yang lain. Hera dan Fahmi sudah hampir sampai lantai tiga, Elang juga sudah di pertengahan antara lantai dua dan lantai tiga. Aku menunduk melihat anak tangga yang kuinjak, masih belum beranjak dari anak tangga pertama. Kucoba lawan rasa lemas dan pusing.
"Lok, buruan!" Elang sudah kembali berteriak membuat aku mau tak mau harus melangkah.