Lihat ke Halaman Asli

Christine Gloriani

Pembaca yang belajar menulis

Puisi | Kehidupanku

Diperbarui: 9 Desember 2018   00:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Berbaring dilembutnya rerumputan menyejukkan hati yang kosong. Betapa rindu pada hiruk pikuk sapaan ramah. Sendiriku di sini menatap matahari diujung senja.

Siapa aku hingga mendambakan sebuah senyuman. Tak terlihat dan nyaris tanpa arti membuatku kerdil. Salahkah bila kuingin segera dijemput oleh Yang Maha Kuasa.

Tenanglah wahai jiwaku bila berjalan bersama Dia di surga nan indah. Tiada lagi kan kutemui sepi yang menyelimuti. Sendiri meratapi kehidupan menyedihkan. Tanpa seorang pun yang memperhatikan.

Sebuah kesadaran menyentak kala sapuan daun hijau mengenai wajahku. Bunga warna-warni bergoyang diterpa angin namun masih berdiri. Semua ciptaan selalu diperhatikan oleh Dia. Betapa tidak bersyukurnya aku karena mengharap segera menghadap.

Sebulat tekad terbentuk sudah. Kumau kembali menjalani hari dengan lebih berwarna. Menyapa dan mengenal terlebih dahulu. Harusnya segera kubuka topeng pertahan diri ini.

Tak mengapa tiada yang menyadari keberadaanku namun jangan ada lagi yang sepertiku. Kumau mencoba menyadari keberadaan orang lain.

Di sinilah aku sekarang menatap mata yang berbinar mengusik debar jantung. Bolehkan kusimpan senyummu yang seolah menyapa, memanggilku mendekat. Kutemui tambatan hati. Hidup tak lagi hampa tanpa makna. Memberanikan diri merajut asmara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline