Dengar...
Dengarlah suara di hatimu, Cah Ayu...
Berlayarlah bersamaku dengan perahu tanpa sauh itu
Yakinlah, Tuhan adalah nahkoda yang tangguh bagimu dan juga bagiku
Badai dan gelombang kehidupan, tak akan membuat kita hanyut
Bukankah hatimu dan hatiku telah menjadi seteguh batu karang di laut?
Maka, biarlah hari ini menjadi hari yang penuh haru biru
Marilah kita berpetualang dan menjelajahi dunia tanpa bayang-bayang masa lalu
Yang seringkali menjadi batu sandungan untukmu dan juga untukkuCah Ayu...
Dengarlah suara di hatimu dan aku yakin engkau pasti setuju
Kita akan terus berlayar di lautan kehidupan yang semakin membiru itu
Kemudian melabuhkan perahu kita di pantai misterius
Menikmati hari-hari penuh dengan rasa syukur
Di bumi seperti di dalam surga
Yang di sana, tak akan ada lagi kesedihan dan air mata kepedihan
Yang di sana, tak akan ada lagi duka dan juga kepiluan
Yang di sana, tak akan ada lagi iri hati maupun dendam
Dengar...
Dengarlah kembali suara di hatimu, Cah Ayu..
Jangan lagi ada pertengkaran tiap kali ada yang mengungkit masa lalu
Sekalipun itu pahit bagai empedu dan pernah mengiris hatimu
Baiknyalah kita dapat mengambil hikmahnya dengan penuh rasa syukur
Yang hampa biar terbang, yang bernas biar tinggal
Karena semua itu membawa kita pada petualangan hari ini
Di mana layar telah terkembang dan keteguhan hati itu telah lahir
Memberikan nuansa keikhlasan yang tanpa pamrih
Cah Ayu...
Sambutlah mentari baru di dalam pelayaran ini
Sejauh kita mampu mendayung sampan menuju ke arah mentari
Hingga di mana saja menjadi sama
Di timur maupun di barat
Di selatan maupun di utara
Kita tetap bersama-sama dan terus bergandengan tangan di dalam penyertaanNYA
Menjadi mercusuar bagi para nelayan saat langit menggelap
Bersama-sama menikmati indahnya bintang-bintang tanpa kehilangan arah
Dengar...
Dengarlah kembali suara di hatimu, Cah Ayu...
Apakah engkau masih ingat zaman ketika kita masih susah?
Yang untuk makan mesti berutang, dan tak jarang pula kenyang dengan penolakan?
Bukankah gerimis duka itu selalu turun tiap kali kita berada pada titik jenuh di dalam kehidupan?
Apalagi tatkala putra kita sakit tanpa uang di tangan untuk membeli obat dan membayar biaya perawatan?
Tentu hatimu saat itu sangat pilu, demikian pula aku di sudut ruangan rumah sakit itu...
Dan ketika ada yang menolong, semua sudah terlambat...
Hingga tumpahlah air matamu dan air mataku, melepas semua rasa di dalam keikhlasan
Cah Ayu...
Badai dalam lautan kehidupan itu telah lama berlalu diterbangkan angin senja
Luka lama juga telah sembuh, dan tak ada lagi luka baru di masa yang akan datang
Masa lalu sudah sampai pada hari ini dan kita telah mampu menertawakannya dengan terpingkal-pingkal
Dunia kita saat ini benar-benar penuh canda tawa di dalam penyertaanNYA
Hingga tak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur setiap saat
Kini, sudah waktunya kembali kau lukiskan keindahan hatimu pada kanvas semesta
Temukanlah kebahagiaan sejati di antara goresan kuas saat memadukan warna-warna cat yang tertuang...
Dan pastilah itu adalah keikhlasan...
Bandungan, 14 Desember 2024
Dengarlah suara di hatimu dan aku yakin engkau pasti setuju
Kita akan terus berlayar di lautan kehidupan yang semakin membiru itu
Kemudian melabuhkan perahu kita di pantai misterius
Menikmati hari-hari penuh dengan rasa syukur
Di bumi seperti di dalam surga
Yang di sana, tak akan ada lagi kesedihan dan air mata kepedihan
Yang di sana, tak akan ada lagi duka dan juga kepiluan
Yang di sana, tak akan ada lagi iri hati maupun dendam
Dengarlah kembali suara di hatimu, Cah Ayu..
Jangan lagi ada pertengkaran tiap kali ada yang mengungkit masa lalu
Sekalipun itu pahit bagai empedu dan pernah mengiris hatimu
Baiknyalah kita dapat mengambil hikmahnya dengan penuh rasa syukur
Yang hampa biar terbang, yang bernas biar tinggal
Karena semua itu membawa kita pada petualangan hari ini
Di mana layar telah terkembang dan keteguhan hati itu telah lahir
Memberikan nuansa keikhlasan yang tanpa pamrih
Sambutlah mentari baru di dalam pelayaran ini
Sejauh kita mampu mendayung sampan menuju ke arah mentari
Hingga di mana saja menjadi sama
Di timur maupun di barat
Di selatan maupun di utara
Kita tetap bersama-sama dan terus bergandengan tangan di dalam penyertaanNYA
Menjadi mercusuar bagi para nelayan saat langit menggelap
Bersama-sama menikmati indahnya bintang-bintang tanpa kehilangan arah
Dengarlah kembali suara di hatimu, Cah Ayu...
Apakah engkau masih ingat zaman ketika kita masih susah?
Yang untuk makan mesti berutang, dan tak jarang pula kenyang dengan penolakan?
Bukankah gerimis duka itu selalu turun tiap kali kita berada pada titik jenuh di dalam kehidupan?
Apalagi tatkala putra kita sakit tanpa uang di tangan untuk membeli obat dan membayar biaya perawatan?
Tentu hatimu saat itu sangat pilu, demikian pula aku di sudut ruangan rumah sakit itu...
Dan ketika ada yang menolong, semua sudah terlambat...
Hingga tumpahlah air matamu dan air mataku, melepas semua rasa di dalam keikhlasan
Badai dalam lautan kehidupan itu telah lama berlalu diterbangkan angin senja
Luka lama juga telah sembuh, dan tak ada lagi luka baru di masa yang akan datang
Masa lalu sudah sampai pada hari ini dan kita telah mampu menertawakannya dengan terpingkal-pingkal
Dunia kita saat ini benar-benar penuh canda tawa di dalam penyertaanNYA
Hingga tak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur setiap saat
Kini, sudah waktunya kembali kau lukiskan keindahan hatimu pada kanvas semesta
Temukanlah kebahagiaan sejati di antara goresan kuas saat memadukan warna-warna cat yang tertuang...
Dan pastilah itu adalah keikhlasan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H