Lihat ke Halaman Asli

Implikasi Ketidakstabilan Regional dan Pengaruh Kekuatan Global dalam Konflik Hizbullah dan Israel

Diperbarui: 14 November 2024   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik antara Hizbullah dan Israel merupakan sebuah konflik yang memiliki ketegangan dan kompleks karena memiliki sejarah yang panjang. Konflik ini memiliki dampak yang besar tidak hanya di kawasan Timur Tengah, tetapi memiliki cakupan yang lebih luas karena melibatkan aktor negara dan aktor non – negara yang memiliki kekuatan regional yang besar. Benih – benih konflik antara keduanya sudah ada bahkan sejak terjadinya perang dunia hingga perang dingin. Tidak hanya berbentuk perlawanan lokal, tetapi konflik juga mencakup pengaruh yang luas dari kekuatan global yang saling bersaing demi pengaruh dan kepentingan strategis di Timur Tengah.

Konflik antara Hizbullah dan Israel disini merupakan sebuah konflik dengan skala yang luas karena melibatkan banyak aktor negara yang besar dan aktor non – negara yang memiliki kekuatan di kawasannya. Hizbullah merupakan aktor non – negara yang merupakan kelompok militan sekaligus politik yang berbasis ideologi agama, bahkan menjadi jawara dalam konstelasi politik di Lebanon pada tahun 2018. Hizbullah disini memainkan peran proksi yang penting bagi Iran dan Suriah dalam melawan dominasi yang dilakukan Israel dalam memberikan pengaruh barat di kawasan mereka. Israel sendiri didukung oleh Amerika Serikat dan sekutunya, yang memandang Hizbullah sebagai sebuah ancaman eksternal yang dapat melancarkan serangan ke kawasan milik Israel, hal ini membuat Israel mempertahankan keamanannya dengan kebijakan militernya untuk melucuti Hizbullah sendiri

Konflik antara Hizbullah dan Israel sendiri memiliki akar historis yang dalam, dan juga berkaitan dengan perang dunia dan perang dingin yang pernah terjadi. Salah satu peristiwa yang memengaruhi pembentukan Israel yaitu Deklarasi Balfour (1917) pada perang dunia pertama yang memicu konflik dan melibatkan pendirian Israel pada 14 Mei 1948. Hal itu disebabkan karena Kepala Jewish Agency, David Ben-Gurion, memproklamasikan berdirinya negara Israel dan Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman mengakui kedaulatan Israel pada hari yang sama. Negara Israel pada awal terbentuknya tidak selalu bermusuhan dengan Iran. Negara Israel memiliki hubungan “baik” dengan Iran, setidaknya memiliki hubungan diplomatik, pada rentang waktu tahun 1948-1979, ketika Iran masih berbentuk monarki (Kekaisaran). Bahkan, Iran juga memberikan pengakuan de facto terhadap eksistensi entitas negara Israel, Namun hubungan diplomatik yang baik antara Iran dengan Israel kemudian berubah menjadi permusuhan, bermula sejak Revolusi Islam Iran pada tahun 1979. Hubungan diplomatik de facto dengan Israel, diputus oleh Iran pasca revolusiii

Perang dunia II juga mempercepat pembentukan negara Israel, dimana terjadi serangkaian perang antara Israel dan negara Arab, yang menyebabkan tumbuhnya perlawanan dari aktor non – negara seperti Hizbullah. Hizbullah adalah Revolusi Islam Iran yang terjadi di tahun 1979, dimana revolusi ini mengganti rezim saat itu dengan republik Islam, dan kemudian menjadi anti – Amerikanisme dan anti – Israel sebagai landasan kebijakan luar negerinya. Proksi antara Israel dan Hizbullah di Lebanon Selatan pada tahun 2006 selama lebih dari satu bulan. Perang dimenangkan oleh Hizbullah. Israel merasa dipermalukan. Kemenangan Hizbullah tersebut tidak “berdiri sendiri”. Ada faktor Iran dibalik Hizbullah. Iran menjadi pemasok dana, strategi dan sejenisnya. Intinya, Iran berperan menjadi “mentor” sekaligus pendukung langsung Hizbullah yang membuat Israel geram. Karena itu, pasca kekalahan mereka dari Hizbullah yang didukung Iran tersebut, Israel kemudian melakukan peningkatan kekuatan militer secara massif

Perang dunia I dan II membentuk suatu landasan konflik yang melibatkan Hazbullah sebagai aktor utama. Selama perang dingin, Timur Tengah menjadi medan utama persaingan antara dua blok besar, yang dimana Israel merupakan senjata yang kuat dari Amerika, sedangkan Uni Soviet mendukung negara Arab dan Irak. Meskipun perang dingin telah berakhir, ketegangan di Timur Tengah terutama antara Israel dan Hizbullah terus berjalan. Melalui persaingan panjang di Timur Tengah yang dipengaruhi oleh warisan perang dunia dan perang dingin, banyak dinamika politik dan aliansi yang berkembang selama periode tersebut, dan aliansi yang berkembang hingga hari ini. Kita bisa melihat bahwa Israel merupakan negara yang memiliki militer yang dominan di kawansan sekitarnya, dari hal ini kita bisa melihat bahwa Israel dengan posisinya yang kuat mencoba menjaga status quo yang dimilikinya di Timur Tengah, terutama dengan menghalangi Iran dan kelompok militan yang kuat seperti Hizbullah. Sedangkan Hizbullah sendiri didikung oleh Iran, yang juga memiliki status quo. Hizbullah disini merupakan alat untuk menyeimbangkan kekuatannya dengan Israel di kawasan tersebut, yang dimana melalui Hizbullah, Iran dapat bertahan dari tekanan yang diberikan Israel tanpa terlibat langsung didalamnya. Dari hal tersebut, pada akhirnya membuat kedua negara melakukan hard balancing untuk menyeimbangkan kekuatan serta mempertahankan status quo yang mereka miliki

Hizbullah sendiri juga bukan merupakan negara berdaulat, tetapi mereka memiliki kekuatan untuk beroperasi di dalam wilayah Lebanon, dan memiliki agenda politik serta militer. Hal ini sering membuat masalah terkait kedaulatan negara Lebanon yang secara teknis dilanggar. Iran sendiri sangat mendukung Hizbullah dan sering memengaruhi kebijakan dan tindakan Hizbullah. Ini merupakan tantangan bagi konsep teritorial Westphalia, karena negara lain dapat mencampuri urusan internal negara lain dengan dukungan kepada aktor non – negara. Respon Israel sendiri juga menjadi ancaman bagi Hizbullah, yang dimana sering memicu kericuhan mengenai hak negara dan batasan terhadap intervensi militer terhadap negara lain. Konsep Westphalia sendiri merupakan konsep yang masih relevan hingga sekarang, namun sering kali konsep ini menghadapi banyak tantangan dalam menangani konflik yang melibatkan aktor non – negara dan pengaruhnya dalam dunia internasional.

Dalam perang Lebanon pada tahun 2006, Israel yang mampu menghancurkan infrastruktur Hizbullah pun tetap dianggap gagal, dikarenakan Hizbullah sendiri dapat mempertahankan diri dan bahkan menimbulkan kerugian untuk Israel, sehingga Hizbullah dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap Israel. Kekuatan militer Hizbullah yang meningkat seiring waktu, dapat menciptakan Balance of Power terhadap Israel, bahkan Israel sendiri menyadari serangannya terhadap Hizbullah dapat memicu serangan balasan yang signifikan dan dapat mengancam wilayahnya. PBB (Perserikatan Bangsa – Bangsa) juga berperan dalam konflik antara kedua belah pihak, dalam kondisi seperti ini, pemerintah Lebanon meminta kehadiran pasukan perdamaian (UNIFIL) melalui Dewan Keamanan PBB pasca - perang 34 hari, pada tahun 2006. UNIFIL telah hadir di Lebanon sejak tahun 1978 dengan tujuan memastikan penarikan mundur tentara Israel dari Lebanon selatan serta meningkatkan dan memperluas dominasi LAF di kawasan tersebut. Indonesia juga sempat untuk ikut terjun sebagai upaya keikutsertaan Indonesia dalam memelihara perdamaian dunia terutama di kawasan Timur Tengah seperti Lebanon merupakan salah satu perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yaitu bebas aktif (Supardi, 2017). Indonesia mengirimkan Kontingen Garuda dalam konflik Israel-Hizbullah di bawah mandat PBB yang dimulai sejak tahun 1957. Hal tersebut juga merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang bertujuan untuk turut serta dalam pemeliharaan perdamaian di dunia internasional (Kartini, 2012). Melalui resolusi Dewan Keamanan, yang bertujuan untuk menjaga kestabilan kawasan dan penempatan pasukan perdamaian PBB di Lebanon, untuk mencegah intervensi lebih lanjut. Namun, efektivitas PBB sendiri sering kali dipertanyakan, dikarenakan kedua belah pihak sendiri sering kali melanggar ketentuan yang sudah disepakati

Konflik yang terjadi diantara Hizbullah dan Israel ini merupakan konflik yang kompleks dengan akar sejarah yang panjang, dimana konflik ini mencakup pengaruh dari perang dunia hingga perang dingin, dan melibatkan banyak aktor negara maupun aktor non – negara yang memiliki pengaruh besar di dunia. Konflik ini memperlihatkan bagaimana persaingan regional dan global itu terjadi, dimana Hizbullah sebagai kelompok militan sekaligus politik yang didukung langsung oleh Iran, hingga Israel yang menjadi proksi utama yang didukung langsung oleh negara adikuasa Amerika Serikat. Sejarah pembentukan Israel yang dipengaruhi oleh berbagai aspek juga menjadi salah satu pemicu awal mula ketegangan konflik ini, sementara revolusi yang dilakukan Iran juga menjadi salah satu faktor yang membuat permusuhan mereka menjadi lebih dalam. Hizbullah yang lebih berkembang dengan bantuan Iran, berhasil memenangkan peperangan dengan Israel yang terjadi pada tahun 2006, yang meskipun memiliki kekuatan militer dominan, tidak mampu mengalahkan Hizbullah sepenuhnya. Konflik ini menciptakan keseimbangan kekuatan di kawasan Timur Tengah, di mana Iran melalui Hizbullah berusaha mengimbangi dominasi Israel. Selain itu, keterlibatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNIFIL dan kontribusi Indonesia dalam misi perdamaian di Lebanon mencerminkan upaya internasional untuk meredakan ketegangan. Namun, efektivitas upaya ini sering kali dipertanyakan, mengingat pelanggaran kesepakatan yang berulang kali dilakukan oleh kedua pihak, sehingga konflik antara Israel dan Hizbullah terus berlanjut hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline