Lihat ke Halaman Asli

Christina Lomon Lyons

Dayakdreams.com, mahasiswi Magister Administrasi Bisnis URINDO

Kala Big Bossku Mbak Tutut Soeharto

Diperbarui: 4 Juni 2022   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Keluarga besar Cendana, merayakan  hari lahir Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto, pada 8 Juni. Presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967 sampai 1998, menggantikan Ir. Soekarno ini lahir tahun 1921 di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul. Sementara pada 6 Juni, keluarga besar Bung Karno memperingati hari lahir Presiden pertama Republik Indonesia. Dan Presiden Joko Widodo akan merayakan ulang tahun ke 62 pada 21 Juni mendatang.

Tulisan ini tidak membahas 3 presiden yang sama-sama lahir di bulan Gemini ini. Namun khusus mengenang Pak Harto, yang membuat terkenang pula pengalaman bekerja pada media massa tabloid mingguan Wanita Indonesia (WI), milik Mbak Tutut Soeharto.

Sejenak nostalgi kejadian 21 Mei 1998, saat Pak Harto lengser dari kursi kepresidenan yang didudukinya sejak  27 Maret 1968. Para jurnalis di kantor WI, hanya terdiam memandang berita di televisi yang menayangkan berita  saat Jakarta dicekam kengerian, hiruk pikuk berdarah saat demonstrasi mahasiswa yang menumbangkan dinasti Presiden Soeharto, Mei 1998.

Kantor-kantor diliburkan.  Tetapi sebagai  Redaktur "penjaga gawang" artikel, Christina dan beberapa orang rekan wartawan tabloid  Wanita Indonesia yang terbit mingguan tetap menjalankan tugas jurnalistik. Saat itu WI berkantor di salah satu gedung di Komplek Televisi Pendidikan Indonesia, Jalan Tama Mini II, Pondok gede, Jakarta Timur.

Tepat di jalan pintu masuk kompleks TPI, tampak parkir sebuah kendaraan berat jenis tank. Moncong tank menghadap jalan raya, siap menyambut siapa saja yang berniat menyerang kantor milik Ny. Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut itu. Christina sendiri sudah bekerja mulai sebagai Reporter di Tabloid WI sejak Januari 1991.

 

Diselamatkan Nyawa Kedua 

Ia dan kawan-kawannya di WI  turut menjadi saksi mata, tatkala terjadi huru-hara di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Sepulang dari bertugas, meliput  kerusuhan di atas jembatan layang yang melintas di depan gerbang kampus Trisakti, walau tak mungkin dimuat di WI, Christina dan rekannya wartawan WI, Rizal Bustami bahkan sempat terjebak kepungan massa di jalan tol Jagorawi yang melakukan sweeping  berbau SARA.

Perempuan Dayak yang berwajah sedikit Oriental, mirip perempuan Tionghoa itu sempat digeledah dan dipaksa turun dari mobil. "Turun ! Turun !" teriak histeris beberapa lelaki bertopi seraya mengacungkan golok.

Beruntung, ia diselamatkan "nyawa kedua"nya, kamera dan tape-recorder, senjatanya sebagai jurnalis.

"Kami wartawan ! Kami wartawan!" Christina dan rekannya mengacung-acungkan kamera dan tape rekaman, hingga keduanya dipersilahkan melanjutkan perjalanan melintasi jalan tol Jagorawi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline