Lihat ke Halaman Asli

Christina

Mahasiswa

[Puisi] Kota yang Terpecah dalam Pixel

Diperbarui: 16 Agustus 2024   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di kota yang terpecah dalam pixel,
di mana jalan-jalan adalah labirin cahaya digital,
kita melangkah dalam langkah-langkah virtual,
di antara dinding yang tak lagi tersentuh.

Tetesan hujan merembes ke dalam layar,
menjadi butiran data yang tak bisa ditangkap,
sementara suara keramaian hanyut dalam gelombang sinyal,
menghilang dalam hening yang terfragmentasi.

Setiap gedung adalah potongan algoritma,
berkilauan dalam spektrum warna yang terpisah,
dan orang-orang bertransaksi dalam huruf dan angka,
saling berpapasan dalam arena maya yang kaku.

Di sini, identitas terpecah dalam avatar dan tagar,
ruang sosial terjalin dalam koneksi yang rapuh,
di mana emosi terhitung dalam statistik dan grafik,
dan kasih sayang dicerna dalam notifikasi yang dingin.

Di balik jendela kaca yang tak bercahaya,
kami melihat cermin pixel yang retak,
merefleksikan jiwa yang hilang dalam grid data,
seperti cahaya yang tersebar dalam kabut malam.

Namun, dalam kekacauan ini ada melodi,
di dalam kekacauan kita mencari ritme yang hilang,
di setiap kilatan dan bunyi yang terputus,
kita menemukan jejak-jejak manusia yang terabaikan.

Kota yang terpecah dalam pixel,
seperti puisi yang tak lengkap,
di mana setiap fragmen adalah cerita,
dan di mana setiap warna adalah rasa yang terpendam.

Mari kita cari makna di balik layar,
di dalam tumpukan kode dan cahaya digital,
sebab di kota ini, meski terpecah,
masih ada ruang untuk hati yang terhubung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline