By Christie Damayanti
www.architecture.record.com | Aula khusus untuk olahraga di sebuah sekolah inklusi, dengan anak2 disabilitas kursi roda bisa nyaman bermain dan berolahraga, tanpa bantuan, karna fasilitas2nya sudah terbangun .....
Bukan hanya di Indonesia saja, sekolah2 yang tidak menerima siswa disabilitas. Bahkan, di negar2 yang sudah sadar tentang kepedulian untuk disabilitas pun, sesekali ada sekoah2 yang tidak mau menerima siswa disabilitas.
Jadi bagaimana bisa sekolah memandang siswa yang sama secara berbeda?
Itu tergantung pada perspektif mereka tentang penyandang disabilitas.
Ada sekolah, yang mencerminkan pendekatan desain eksklusif, melihat anak disabilitas sebagai kewajiban, atau sebagai seseorang yang tidak memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada lingkungan sekolah atau masyarakat.
Sekolah lain, seperti seorang praktisi desain inklusif yang baik, melihat anak disabilitas sebagai asset bagi komunitasnya dan seseorang yang jika diberi dukungan yang tepat, dapat membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Perbedaan yang sangat berbeda, membuat anak disabilitas harus bisa berada di tengah2 perbedaan tersebut.
Sebagian besar dunia seperti sekolah pertama.
Ini jarang memberi kesempatan anak2 disabilitas yang membutuhkan program, kebijakan, dan layanan yang fleksibel dan adaptif, kesempatan untuk berkontribusi dan memengaruhi bagaimana atau mengapa dunia kita terstruktur seperti itu.