Setelah selesai makan siang yang "kekenyangan banget", Mr. Sugiyama mengajak kami ke 1 temoat wisata yang berbeda, agak jauh dari lereng Gunung Fuji saat itu, tetapi sedikit memutar ke lereng Gunung Fuji diseberangnya.
Namanya Narusawa Village adalah sebuah desa yang terletak di Prefektur Yamanashi, Jepang. Ini sebuah desa seluas sekitar 90 km2. Narusawa Village mempunya berbagai titik wisata, salah satunya yang kami datangi adalah bernama Oshino Hakkai.
Narusawa terletak di selatan Prefektur Yamanashi, di kaki Gunung Fuji. Seluruh desa terletak di perbatasan Taman Nasional Fuji-Hakone-Izu. Dan, terletak sekitar 93 km dari Tokyo, ibukota Jepang.
Nama tempat "Narusawa" disebutkan dalam kronik periode Kamakura Azuma Kagami sebagai desa di jalan yang menghubungkan Provinsi Kai dengan Provinsi Suruga. Selama periode Edo, semua Provinsi Kai adalah wilayah tenryo di bawah kendali langsung keshogunan Tokugawa.
Dengan pembentukan sistem kotamadya modern pada periode Meiji awal pada 1 Juli 1889, desa Narusawa dibuat di dalam Distrik Minamitsuru, Prefektur Yamanashi.Wikipedia.
Narusawa di Minamitsuru-gun (Yamanashi) adalah sebuah kota yang terletak di Jepang sekitar 57 mil (atau 93 km) barat Tokyo, ibu kota negara itu.
Salah satu titik wisata yang kami datangi adalah sebuah sub-desa Narusawa yang djadikan situs warisan budaya UNESCO. Yaitu, adanya 8 kolam kuno, jika tidak mau dikatakan "kolam purba"
Oshino Hakkai adalah serangkaian delapan kolam yang diberikan oleh reservoir bawah tanah Gunung Fuji. Kolam yang bersih dan kaya mineral, terletak di desa Oshino yang indah dan dihubungkan oleh jalan setapak yang kuno dan jembatan kayu, adalah bagian dari situs warisan budaya UNESCO.
Walau daerah itu sedikit terpencil, waktu itu aku agak ragu dengan tempatnya. Kupikir, M. Sugiyama kesasar, karena mbil masuk ke gang kecil hanya bisa dilewat oleh 1 mobil. Jika ada orang berjalan, dia harus menyingkir dahulu untuk mobil, karena gang itu benar2 sempit.
Tetapi ternyata, diujung jalan itu pemerintah daeah setempat sudah mempersiapkan sejak dini tentang situs warisan budaya ini. Dengan membangun tempat2 infomasi untuk wisatawan, dan kita harus memarkir mobil kita, untuk bisa masuk kesana.
Dengan di dorong kursi roda oleh Mr. Sugiyama sendiri, aku melihat banyak wisatawan asing masuk dan keluar dari 1 gang yang lebih kecil, dan tidak bisa dimasuki oleh mobil. Ternyata, itu adalah pintu masuk kesebuah tempat wisata warisan budaya tersebut.