By Christie Damayanti
Jepang!
Mimpiku tidak di Jepang. Sejak kecil, ketika papa bertugas belajar di Belanda selama beberapa tahun dan aku masih balita, mimpiku adalah ikut dengan papa ke Belanda. Dan papan sering bercerita lewat kartu pos yang dikirimkan kepadaku dari Belanda. Dan ketika papa pulang, ratusan kali papa berkata bahwa beliau akan mengajak kami ketiga anak2nya keliling dunia, sebelum kami bsa punya uang sendiri ......
Jadi jelas, mimpiku dalah Eropa, terutama Belanda karena setelah papa pulang, sering kali beliau bercerita tentang indahnya Eropa, indanhnya Belanda dan indahnya Bunga Tulip. Bukan Amerika, bukan Australia. Apalagi Jepang. Sehingga, pikiran dan hatiku terbentuk dalam sebuah dunia 'klasik Eropa', seperti aliranku sebagai arsitektur adalak 'klasik'.
Tetapi ketika anakku, Michelle bermimpi tentang Jepang, aku hanya geleng2 kepala. Untukku, Jpang adalah sebuah negara 'aneh' di dunia antah berantah dengan bahasa dan tulisannya yang juga aneh, tetapi Jepang memang mempunyai ciri khas yang 'manis', mulai dari perempan dan fashionnya serta keindahan yang berbeda dengan keindahan Eropa.
Waktu Michelle anakku yang kecil masih balita, suatu saat dia berkata'
"Ma, nanti kloaku sudah besar aku mau tinggal di rumah Nobita, ya"
Dan impiannya itu sudah terwujud, seperti yang aku ceritakan di artikel2ku sebelumnya di link dibawah ini. Tentu saja, aku sangat bangga dengagn pencapaian mimpinya. Bahkan dia sudah mampu membiayai hidup dan sekolahnya sendiri. Dan sebagai mamanya, walau aku tetap siap dengan segala bentuk tanggung jawabku untuk menuntaskan kewajibanku dalam hal dana dan didikanku, pun aku juga harus bersiap tentang segala hal yang berhubungan dengan 'Jepang'.
***
Pertama kali aku sadar bahwa Jepang adalah sebuah negara kecil tapi padat dan sarat dengan teknologi, awalnya aku berpiir bahwa nanti Michelle akan belajar tentang salah satu teknologi yang dia suka. Minalnya tentang games atau multi media. Ahkan tentang robotic sampai kepikiran untuk Michelle belajar tentang gempa. Jika itu yang terjadi, aku bersiap untuk kerjasama denannya jika dia sudah lulus sebagai sarjana yang berhubungan dengan gempa.
Walau yang terjadi adalah sebaliknya. Bahwa Michelle benar2 bersiap dengagn apapun yang menjadi pilihannya, tanpa aku bisa melarangnya karena toh dia membayar semuanya dengan gajinya sendiri, bukan dai aku seagai mamanya, hahaha ...... dan aku berserah pada Tuhan untuk yang terbaik bagi Michelle.