Lihat ke Halaman Asli

Christie Damayanti

TERVERIFIKASI

Just a survivor

Panas Siang di Kota Roma...

Diperbarui: 5 September 2016   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

Dari Basilica San Peter mungkin sekitar jam 12an. Kami membeli beberapa sandwich dan hotdog, supaya tidak buang waktu untuk makan di restoran. Kami juga membeli beberapa botol minuman dingin, karena kami merasa sangat kepanasan! Suhu udara waktu itu sekitar 38 derajat Celcius, melebihi suhu udara di Jakarta. Bedanya adalah, ‘humadity’ nya tidak sebasah di Jakarta. Justru kami merasa ‘kekeringan’ yang membuat kulit kami pecah-pecah, dan angin nya pun sejuk, bukan panas...

Dari sana, kami menunggu bus wisata kami sampai Amphitherater Colosseum, sebuah bangunan sangat megah, yang sering digambarkan sebagai ‘ikon’ Italy.

Selama perjalanan, bus wisata kami berhenti di belasan titik obyek wisata di Roma. Da setian titik obyek ini, selalu penuh dengan turis mancanegara. Tetapi walau penuh dan harus antri untuk bisa naik atau turun di titik-titik obyek wisata itu, aku sebagai kaum disabilitas ternyata mendapatkan ‘tempat’ yang baik.

Supir bus dibantu oleh asistennya, selalu mendahulukan aku dalam kursi roda. Membawa aku dalam kuri roda, naik lewat ramp khusus masuk ke dalam bus. Lalu aku dalam kursi roda, mempunyai tempat khusus dibawah. Oya, bus wisata ini, dimanapun kami berwisata di kota-kota di Eropa, merupakan bus wisata bertingkat, dan dibagian atas, tidak mempunyai penutup atap, jika tidak hujan. Jika hujan, penutupnya terbentang, untuk menutupi wisatawan diatas sana.

Posisi kursi rodaku di dalam bus wisata di kota Roma... aku dengan jendela-jendela besar yang selalu bersih, sehingga bisa mengabadikan kehidupan di luar bus, dengan enak |Sumber gambar: Dokumentasi : pribadi

Sumber gambar: Dokumentasi : pribadi

Bus wisata ini, memberikan earphone yang bisa ditancapkan di dinding bus, dan ada belasan bahasa yang menjelaskan setiap titik obyek wisata yang didatangi. Sayang, dari belasan bahasa yang ada, ternyata tidak ada Bahasa Indonesia.

Jendelan nya yang sangat besar dan selalu bersih, mampu memberikan fisilitas yang mempuni untuk mengambil foto walau hanya dalam bus. Apalagi jika kamera kita bisa mempunyai fasilitas ‘tidak bergoyang’, walau bus wisata itu melaju cukup cepat.

Jika aku sehat, mungkin aku lebih memilih keliling Roma dengan berjalan kaki saja. Mengapa?

Karena, kota Roma memang merupakan salah satu kota di Eropa yang di setiap titik tempatnya, merupakan sisa-sisa bangunan lama. Di titik itu juga selalu dipelihara dengan baik, dengan penempatan polisi wisata, dengan tali-tali yang terpasang untuk supaya wisatawan tahu bahwa daerah itu tidak boleh disentuh. Silahkan berfoto, tetapi tidak boleh di sentuh apalagi memindahkan barang atau batu-batu disana.

Aku memotret patung ini dari atas bus yang melaju, aku sedikit edit, jadilah foto yang aku buat sebagai kartupos untuk oleh2| Sumber gambar: Dokumentasi : pribadi

Tetapi dengan berkursi roda, kupikir akan sangat melelahkan, termasuk anak-anakku yang harus bergantian mendorong kursi rodaku. Dan di Roma memang benar-benar berusaha untuk membuat kotanya sesuai dengan kehidupan Roma lama, sehingga jika 1 titik wisata dengagn bebatuan asli dari jaman itu, tidak ada pedestrian yang besar (misalnya di tepi jalan besar). Jadi, untuk yang berkursi roda sepertiku, toh aku tidak diijinkan untuk melewatinya.

Kursi roda harus melewati pedestrian yang lebih aman, dimana akhirnya justru di titik obyek tersebut, malahan aku tidak akan bisa memotretnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline