By Christie Damayanti
www.plastikmubalikpapan.com
Tahu tidak?
Sebenarnya ‘larangan’ memakai kantong plastic sudah di mulai sejak tahun 1981. Tepatnya, Sekretaris DPP Organda melontarkan gagasan bahwa setiap penumpang bus mulai 1 Juni 1981, akan dikenakan biaya tambahan Rp. 10 untuk mendapatkan kantong plastic, yang bisa diperoleh di setiap terminal bus antarkita. Maksudnya adalah agar penumpang tidak membuang sampah disemarang tempat (Gagalnya Sistim Kanal, Restu Gunawan, 2002).
***
Sejak lama, untuk menangani banjir Jakarta, dimana titik berat pengendalian banjir ini ditekankan pada partisipasi seluruh masyarakat, untuk ikut peduli dan menjaga lingkungan. Dan masalah kebersihan ini pun sebenarnya sudah di atur dalam Peratiran Daerah No.3 Tahun 1972, sebuah peraturan mengenai ketertiban umum bahwa m membuang sampah dan berjualan di semarang tempat, dengan sanksi dan denda. Tetapi, untuk banyak orang, setiap peraturan itu justru untuk dilanggar, bukan?
Berhubungan dengan sampah plastic, adakah kita menyadari bahwa sampah plastic ini merupakan salah satu yang mengakibatkan tidak adanya peresapan tanah Jakarta? Jadi, jangan hanya dibayangkan, bahwa penyerapn tanah Jakarta yang tidak sesuai yang diharapkan pun, bukan karena masalah2 besar saja (seperti pembangunan yang full beton), justru sampah pun (apalagi sampah rumah tangga) merupakan factor penting dimana tanah Jakarta susah untuk menyerap air.
Apakah ada yang membayangkan, sampah-sampah di tong sampah kita, berapa persen merupakan sampah plastik? Di pasar-pasar, sampah plastic (kantong plastic untuk membawa barang-barang belanjaan. Sekarang tidak banyak ibu-ibu yang kepasar membawa wadah keranjang untuk tempat belanjaan) terlihat lebih dominan. Dan ketika aku mengamati tempat pembuangan sampah lingkungan, focus mataku berada di plastik-plastik bekas minuman kemasan aluminium dan plastik-plastik hitam, merah dan putih bekas belanjaan.
Sampah plastic, selain ‘menahan’ air, juga menghasilkan kerusaan sarana pengairan. Masyarakat atau warga kota yang tinggal di pemukiman liar, pasti mereka tidak peduli dengan lingkungan. Mereka akan membuang sampah dengan seenaknya (itu dipastikan). Dan mereka akan dengan cepat membuang sampah ke sungai atau selokan, supaya ‘tidak terlihat’. Dimana pasti susah mengharapkan tukang sampah (yang memang bekerja untuk pemerintah), akan mau bersusah payah untuk membersihkan sampah-sampah di lingkungan perkampungan kumuh Jakarta.
Sampah plastic adalah salah satu jenis sampah susah untuk terurai, butuh waktu sampai puluhan tahun untuk mengurainya di dalam tanah. Bayangkan saja, dari referensi yang aku baca, jika sampah-sampah plastik itu dibentangkan (dalam 1 tahun terdapat sebanyak 500 juta sampai 1 milyard kantong plastic), maka sampah plasti itu dapat membungkus permukaan bumi, setidaknya 10 lipat dalam 100 tahun kedepan! Jika kita semua tidak peduli lingkungan.