Lihat ke Halaman Asli

Christie Damayanti

TERVERIFIKASI

Just a survivor

Slipi dan Grogol: Tempat Kuliah atau Bisnis?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1391763166222352574

By Christie Damayanti


[caption id="attachment_321194" align="aligncenter" width="562" caption="www.pesatnews.com"][/caption]

Perapatan Tomang dalam tol radi Semanggi ke arah Grogol, pemandangan macet berat, sehari2 disana .....

Slipi dan Grogol. Pertama kali aku mendengarnya dan kesana, itu sekitar akhir tahun 1970-an, ketika aku masih duduk di bangku SD. Seingatku, kesan nama itu adalah 'daerah yang jauh, berantakan dan 'tempat jin buang anak'. Hihihi, entah kenapa pemikiranku seperti itu.

Dulu, sepertinya setelah daerah Semanggi dari Pancoran, arah Slipi dan Grogol itu adalah 'daerah luar kota'. Jalan S.Parman seakan2 sebuah jalan antah berantah, karena jalannya sepi dan bangunan tinggi belum ada. Apalagi, paling jauh ke Semanggi, lalu memutar ke arah Patung Senayan atau ke jalan Sudirman. Tidak pernah ke arah Slipi, apalagi Grogol!

Ketika papa mengajak kami jalan2 keliling kota Jakarta sehabis kebaktian Gereja di sebuah hari Minggu sekitar tahun 1979 ( aku kelas 3 SD ), mataku bersinar gembira. Karena dari dulu aku sydah sangat excited tentang tempat2 dan hal2 baru. Apalagi papa memang ingin mengajak kami ke daerah baru di Jakarta, yaitu ke penangkaran buaya di Pluit, melalui sepanjang  jalan S.Parman. Tetapi aku belum mau bercerita tentang penangkaran buaya nya, tetapi pengamatanku ( dulu, seingatku ) dan pengamatanku sekarang ini.

Begitu melewati Semanggi dan masuk ke perempatan Slipi ( belum ada jembatan layangan ), suasananya memang seperti di luar kotan aku ingat betul. Jalannya kecil, 2 arah dan masing2 arah hanya 2 mobil. Bangunan bertingkat belum ada. Adanya rumah2 tinggal dan perumahan2 instansi2 swasta. Ternyata ada beberapa teman sekolahku disana karena orang tuanya salah satu pegawai instansi swasta.

Jalan S.Parman, seperti yang aku duga waktu itu, seperti jalan ke luar kota. Walau sudah ada Untar dan Trisakti, serta kehidupan terminal Grogol, untukku seorang anak kelas 3 SD, tetap merupakan daerah yang tidak menarik untuk dikunjungi. Hanya sekali saja, aku tidak tertarik lagi, kecuali sebagai jalan menuju Pluit, bukan untuk diamati.

***
Slipi dan Grogol merupakan 'daerahku' ketika aku kuliah tahun 1988 sampai 1992. Hidupku memang di kampus sehari2nya. Tetapi Slipi dan Grogol menjadi akrab karena banyak teman2 kuliahku tinggal dan kost di sana. Bahkan daerah ini semakin akrab denganku, ketika aku diterima kerja pertama kali untuk membangun Hotel Ciputra tahun 1994, setelah selesai kuliah non-gelar di Australia. Ditambah lagi, Slipi dan Grogol terus menjadi 'teman akrabku', karena kuliah S2 ku di salah satu universitas besar disana.Aku mengajar sebagai dosen di 2 universitas terkenal, juga di sana dan beberapa proyek besarku juga ada disana, sampai sekarang .....

Ketika SMP dan SMA, aku memang belum 'tertarik' untuk menjelajahi Slipi dan Grogol. Tetapi aku tahu untuk foto copy banyak, disana sangat murah, lebih murah dibanding di Menteng, karena berdekatan dengan 3 universitas. Tempat foto copy itu di belakang terminal Grogol, seberang Universitas Trisakti.

Belum ada bangunan tinggi disana, termasuk belum ada mall. Yang terkenal dari Grogol adalah RS Jiwa Grogol, yang sampai sekarang aku belum tahu letak persisnya dimana .....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline