Lihat ke Halaman Asli

Christie Damayanti

TERVERIFIKASI

Just a survivor

Perbaiki Furniture Bekas, Sampahnya Dibuang ke... Sungai! Ckckck....

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13893356251132151156

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_314968" align="aligncenter" width="596" caption="properti.kompas.com"][/caption]

Depo kereta Bukit Duri pun, terendam banjir. Jalan kecil disebelahnya adalah jalan yang aku sering lalui, dan sering juga terdendam banjir ......

Siapa yang tidak 'kenal' daerah Bukit Duri? 'Tetangga' Tebet yang selalu kebanjiran, walau hanya hujan ringan karena dikirim oleh Bogor? Ya, Bukit Duri adalah salah satu daerah rawan banjir, rawan kemiskinan dan banyak daerah 'slum'.

Secara geografis, Bukit Duri memang dilalui  sungai Ciliwung, satu jalur dengan Kampung Melayu, juga tetangga Tebet. Luas Bukit Duri besarnya sekitar 1,08 km2  dengan penduduk sekitar 40 ribu jiwa. Sebuah pemukiman padat sekali, menurutku. Dan seperti yang kita tahu juga, sepanjang aliran sungai, di bantaran sungai merupakan pemukiman mereka ( aku tidak mau membahas tentang ini, akan ada artikel lainnya tentang pemukiman bantaran sungai atau puluhan artikel2 yang sudah aku buat di Kompasiana ) .....

Sekarang, aku memang tidak bisa survey 'blusukan' dengan keterbatasanku. Tetapi sebelum aku sakit, aku beberapa kali blusukan, sekedar survey dan melakukan sedikit pengamatan dan penelitian sebagai seorang urban planner. Penyebaran questioner pun pernah aku lakukan, mekipun hasilnya tidak sesuai yang aku harapkan, karena mereka tidak mau atau tidak sempat menjawabnya. Sehingga akhirnya aku sendiri sedikit wawancara apa yang mereka inginkan dan apa yang kami pedulikan untuk mereka.

Aku sekarang bukan mau membahas tentang pemukiman di bantara sungai di sepanjang daerah Bukit Duri, tetapi aku ingin sedikit membahas perjalananku dengan mengendarai mobilku, melihat kenyataan sekitar Bukit Duri dan penyebab mengapa daerah itu benar2 merupakan daerah yang rawan banjir serta tingkat 'kecelakaan' yang tinggi.

Dari kompleks ku ke RS Cikini untuk terapi aku biasanya melewat Bukit Duri Tanjakan lalu belok kanan menyurusi depo kereta dan sungai Ciliwung, menyeberang sungai sampai Jatinegara. Mulai Bukit Duri Tanjakan, adalah daerah padat penduduk. Pemukiman disana sebagian besar 'slum', sebagian besar juga dari papan, jika blusukan ke gang2 nya. Walau melewati jalan ke arah SMA 8 ( Smandel ) yang favorite itu, rumah2nya sukup representative dan banyak toko2 kelontong.

Jalanannya adalah 2 jalur dengan masing2 jalur 1 mobil tetapi banyak yang parkir di tepi jalan, sehingga jalanan itu sering macet karena antri untuk melewati mobil2 yang parkir. Tetapi jalan ini menjadi favorite ( seperti aku ), karena lebih baik lewat jalan ini dibanding melewat Kampung Melayu dan pasar Jatinegara yang benar2 crowded dengan ratusan orang2 penjual dan pembeli serta pejalan kaki yang dengan seenaknya berjalan dan menyeberang!

Setelah sampai Smandel, mobilku belok kiri menuju persimpangan Jatinegara dan Gereja Koinonia. Di jalan tersebut, penuh dengan bisnis pembuat kusen dan pintu-jendela. Sepanjang jalan tersebut!

Sebenarnya, tempat bisnis itu tidak semestinya berada disana. Karena areal tersebut adalah daerah untuk ruang terbuka, bebas dari pemukiman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline