Lihat ke Halaman Asli

Christie Damayanti

TERVERIFIKASI

Just a survivor

Warga 'Disabled' Sebagai Asset dan Masa Depan Bangsa: Sebuah Perenungan Diri

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13096071791943036955

[caption id="attachment_130103" align="aligncenter" width="640" caption="guardian.co.uk"][/caption]

By Christie Damayanti

Sejak kecil, aku memang tertarik menjadi arsitek, terutama untuk mendesain fasilitas umum dan perkotaan. Dengan mendesain sesuatu yg berhubungan dengan orang banyak, tidak dipungkiri bahwa seorang arsitek harus bisa mengemban dan memahami banyak aspek dan sudut pandang untuk masyarat banyak, termasuk berhubungan dengan segi2 positif dan negatif yang - dimana tidak banyak orang mengetahui - dipandang 'merusak pandangan dan buang2 biaya' karena membutuhkan banyak tempat dan tidak efisien dan tidak efektif.

Tulisan ini, aku dedikasikan untuk warga kota 'disabled' ( lihat tulisanku Sedikit Kesaksianku di Ulang Tahun ke-66 Indonesiaku ..... ) baik cacat permanen ataupun cacat non-permanen, termasuk para orang tua, wanita hamil dan anak2, seperti aku, seorang disabled non-permanen karena stroke. Masyarakat disabled, banyak dianggap warga nomor kesekian di Indonesia. Jangankan di kota2 luar pulau Jawa, pun di Jakarta yg notebene adalah ibukota negara dan kota megapolitan serta kota internasional, warga disabled masih harus berjuang untuk mendapatkan haknya dalam kehidupan sehari2, termasuk di bidang desain dan konstruksi. Dan karena aku seorang arsitek, aku hanya fokus dalam desain dan konstruksi perkotaan dan bangunan2 saja, walau banyak sahabat ingin membantuku untuk berbuat lebih dalam meningkatkan kebutuhan fasilitas bagi warga disabled ini.

Konsep perkotaan dan dunia konstruksi untuk fasilitas2 umum, termasuk didalamnya adalah fasilitas2 khusus bagi warga disabled. Hampir semua negara ( seharusnya juga adalah negara kita ) mempunyai undang2 dan peraturan2 untuk warga disable dan yang 'berkebutuhan khusus', karena warga kelas ini tetap saja merupakan warga negara dan yang paling penting merupakan asset ( masa lalu untuk para orang tua kita ) dan masa depan bangsa. Warga disabled dan berkebutuhan khusus ini tidak hanya asset dan masa depan bangsa, tetapi juga harus dihargai dan dihormati bukan hanya karana mereka warga disabled, tetapi lebih karena mereka adalah sesama manusia, dimana Tuhan saja tifak membeda2kan umat Nya .....

Hampir semua kota dunia menerapkan konsep ini, dengan selalu memikirkan dan membuat jalur khusus bagi para disabled ber-kursi roda, termasuk tongkat untuk warga yg tuna netra dan 'kruk' bagi warga yang berjalan dan orang dengan pencapaian2 yg mudah dan banyak terdapat tempat2 berpegangan jika warga disabled ini membutuhkan pegangan walau tidak ditemani oleh saudaranya. Dan warga normal, justru membantu dan menghormati mereka dan selalu memberian tempat yg lebih baik dan lebih enak untuk mereka, misalnta tempat duduk atau sekedar bersender jika tidak ada kursi bagi warga disabed dengan menyangga ada tongkat dan 'kruk'. Warga nomal menyisih dan membantu jika warga disabled hendak menyeberang jalan atau jika hendak memanggil taxi. Dan pemerintah negara2 itu sangat memperhatikan warga disabled untuk menjalankan aktifitas rutinnya, termasuk jika ada warga disabled yg bisa menyetir mobil walau mobil tersebut harus di desain khusus dengan memberi tanda khusus dan parkir khusus untuk mereka.

Di negara2 lain, sangat menghomati dan menghargai warga disable. Mereka dengan nyaman bisa melakukan aktifitas rutinnya dan bisa 'bersenang2' dengan sahabat dan keluarganya.

Begitupun untuk desain bangunan2 fasilitas2 umum, seperti perkantoran, pertokoan serta pendidikan, apalagi bangunan2 khusus seperti rumah sakit. Sarana2 khusus sangat diperhatikan, dari mereka keluar dari mobil atau mulai masuk ke bangunan2 itu, sampai selesai semua aktifitas rutin mereka. Coba perhatikan, fasilitas yg ada bagi mereka : selalu ada 'ramp' antar lantai dengan sudut kurang dari 5 derajat, tangga yg mempunyai 'step2' antara jarak dan tinggi teliti serta bahan yang khusus, termasuk step2 untuk warga tua netra dengan tunjolan2 huruf Braille yg bisa dibaca mereka. Juga dalam lift yg bersuara bagi warga tuna netra atau jia tidak bersuara, tetapi ada untuk mencari tempat tujuan dengan membuat huruf Braille.

Konsep 'ramp' dengan kemiringan kurang dari 5 derajat membuat warga disabled lebih nyaman melakukan aktifitasnya, walau ramp ini 'memakan' desain dan biaya yg tidak sedikit.

Taxi khusus warga disable, di desain untuk cukup membawa kursi roda. Biasanya, mobil2 besarlah yg bisa memuat kursi roda walau tidak menutup kemungkinan mendesain mobil2 sedang untuk taxi.

Konsep mobil untuk warga disebled, dengan detail khusus untuk mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline