By Christie Damayanti
[caption id="attachment_139156" align="aligncenter" width="648" caption="gudegwijilan.blogspot"][/caption]
Gudeg? Walau aku suka sekali keju seperti orang 'bule' ( lihat tulisanku Free - Cheese Testing di Edam, Belanda : ‘Yummyyyyyyy …….’ ), tetapi aku tidak pernah melupakan makanan Yogyakarta, tempat nenek moyangku, yaitu Gudeg Yogya. Waaahhhh .....jika ada yang membawa gudeg sebagai oleh2, aku akan memakannya sampai titik darah penghabisan, hehehe ..... Apa lagi kalau memang aku sedang di Yogya, setiap hari aku harus makan gudeg, biasanya pagi hari atau siang hari. Malam hari biasanya aku makan makanan yang aku juga suka di Yogya yaitu 'burdagor' ( burung dara goreng ) di lesehan Terang Bulan, bakmoy Untung, atau sate kambing di alun2. Jka pagi tidak makan gudeg, ku sarapan di soto Pak Marto .....
Gudeg yang aku paling suka adalah gudeg Yu Djum. Jika di Yogya, aku selalu bangun pagi, 'mbecak' atau 'ndokar' cari gudeg di Wijilan. Kalau sarapan aku tidak bawa kelurga, aku hanya beli nasi gudeg kotak untuk dibawa pulang ke hotel atau di rumah eyangku. Biasanya, aku minta nasi gudeg dengan lauk pauk : telor / tahu / tempe, ayam suwir dan sambel krecek. Untuk sarapan gudeg sangat murah, hanyak sekitar 5.000 - 15.000 rupiah saja / orang, tergantung lauk yang dipilhnya. Anak2ku pasti hanya mau makan telur atau tahu temped an ayam suwir saja, dan justru gudegnya tidak suka ...... hehehehe ..... Dan kalau makan siang gudeg, aku selalu ke rumah Yu Jum karena lebih nikmat ...... Hmmmmmm .......
TEmpat gudeg Yu Jum ada di sebelah selatan, Plengkung Wijilan. Warung Yu Djum, singkatan namannya Ibu Djuwariah, katanya sudah ada sejak tahun 1942. Selain warung Yu Djum ada beberapa warung gudeg yang lain, seperti gudeg Bu Lis . Tetapi aku tetap paling menyukai warung gudeg Yu Djum.
Gudeg Wijilan memang terkenal sebagai gudeg manis. Gudeg ini kering ( bukan gudeg basah seperti gudeg Bu Tjitro yang terkenal di Jakarta ) dan manis, bukan seperti yang lain, rasanya sedikit asin. Katanya, gudeg Yu Djum masaknyapun berbeda. Gori ( nangka muda ) direbus sampai 100 derajat Celsius selama 24 jam untuk menguapkan kuahnya. Ya, itu memang yang justru membuat gudek ini kering dan manis ..... Dan katanya lagi, gudeg kering hanya ada di Yogya, tidak ada di mana2 .....
Foto di atas adalah gudeg Yu Djum, gudeg kering dan foto di bawah gudeg yang lain, gudeg basah. Aku lebih suka gudeg kering, tetapi juka memang tidak ada, tetap saja aku suka gudeg apa saja ......
Lauknya pasti ada ayam kampung, bisa di 'gudeg' atau di goreng / bakar, telor bebek dipindang, tempe-tahu bacem, sambal krecek serta rempela-ati. Dan karena direbus sampai 100 derajat Celsius, maka ketahanannya sampai 3 - 4 hari. Sepulang dari Yoga ke Jakarta, aku pasti pesan 2 'kendil' ( guci dari tanah liat yang dibakar ) untuk disana dan beberapa kotak dan besek untuk diberian sebagai oleh2.
Jika kita membeli gudeg di 'besek', seperti inilah ......
Makan gudeg, pasti aku selalu minum teh poci gula batu, astagaaaaaa ........ ueeeenaaaakkkk tenannnnn ..... jika pagi hari, di Wijilan, sering ada jual beras kencur. Itu juga aku suka sekali. Beras kencurnya, manis dan pekat, tidak seperti beras kencur yang di Jakarta, terlalu encer.
Lihat kan? Aku memang 100% perempuan Jawa Yogya, walau tetap 'preman' ( lihat tulisanku Klarifikasi Seorang ‘Preman’ ), hihihihi ......