By Christie Damayanti
[caption id="attachment_110587" align="aligncenter" width="688" caption="cappoethry.blogspot"][/caption]
"Nulis apa ya?" ..... itu yang selalu aku pikirkan bila aku ingin menulis di Kompasiana, sejak November tahun lalu. Dulu aku jarang menulis, dan bila aku menulis, artikelku hanya berupa riset atau untuk seminar atau untuk dibawakan kuliah. Paling jauh untuk presentasi pekerjaanku. Aku belum pernah menulis untuk diriku sendiri atau untuk sahabat2ku.
Artikel2ku yang notebene sangat serius, menjadi 'boomerang' bagiku, karena aku tiba2 dituntut untuk menulis sesuatu untuk anak2ku dan semua sahabat2ku. Bukan untuk dipublikasikan, tetapi hanya untuk bisa aku sajikan dan memberi mereka 'keberadaanku' sebagaimana adanya. Tetapi ketika aku sakit seperti ini, menulis adalah 'eksistensi'ku dan perjuanganku untuk dapat lebih baik lagi .....
Ketika aku mulai menulis di Kompasiana, ternyata banyak Kompasianer menanggapiku dengan positif, terlepas aku memang sakit. Setiap saat aku menulis tentang cita2 idealisku tentang konsep2 Jakarta hingga puluhan bab, sehingga aku sering mendapayt komentar dan berdiskusi secara intensif tentang itu, dan beberapa Kompasianer menjadi sahabatku yang selalu mendukung aku disetiap tulisan2ku.
Banyak tulisanku di Kompasiana menjadi 'headline', dan makin sering aku dan antar Kompasianer ingin berteman, bukan hanya teman di Kompasiana tetapi melebar menjadi teman di Facebook. Dan aku semakin percaya diri, bahwa sakitku tidak akan 'mengurungku' hanya sampai disini tetapi aku akan 'mendobrak' belenggu sakitku untuk aku kembali lagi seperti sediakala.
Setelah itu, aku tidak peduli lagi, 'apa yang mau aku tulis dan bagaimana aku menulisnya'. Kata2ku meluncur dengan sendirinya di tuts2 laptopku atau di iPhadku. Tidak pernah tersendat dan terus meluncur dengan lancar. Dan aku mengerti, bahwa dengan hati yang damai dan berbuat untuk kebaikan, Tuhan selalu membimbingku kea rah perbaikan sakitku .....
Teman2 di Kompasiana secara intens saling berkomentar, bisa di tulisanku atau di tulisan mereka. Kami saling mendukung dan tidak pernah ada perbedaan, walau beberapa kali ada 'clash' tetapi sekarang sudah selesai dan mereka malah menjadi sahabat2ku yang bukan hanya di Kompasiana, melainkan berdiskusi melalui email. Dan teman2ku menjadi sahabat2ku.
PARADOKS menjadi titik tolakku bertemu dengan banyak sahabat baru. Kalau sebelum event PARADOKS, aku hanya berdiskusi melalu Kompasiana dan Facebook, walau pernah bertemu dengan beberapa sahabat Kompasianer sewaktu aku berbicara di seminar, tetapi pasca event PARADOKS aku bisa langsung bertemu dengan sahabat2 yg langsung menemuiku. Mereka sama sekali tidak membedakan keadaanku y sakit, tetapi mereka benar2 melihat aku bukan karena sakitku tapi karena kita memang selalu dalam suasana kasih dan persatuan.
Setelah event PARADOKS bergaung dimana2, mulailah babak baru dalam hidupku, diantara teman2ku dan sahabat2ku. Dengan berusaha saling mendukung dan saling percaya, kami melakukan 'sharing' atu sama yang lain untuk memperjuangkan wadah anak2 Indonesia. PARADOKS bisa membuat kami bersatu padu bahu membahu untuk memperjuangkan apa yang kami anggap benar. Dan cita2 itu munculah : membuat wadah dongeng anak nusantara, disebut DAN.
'Dongeng Anak Nusantara' adalah wujud PARADOKS yang sebenarnya. Hasil dari PARADOKS adalah ratusan dongeng klasik dan modern dari para Kompasianer untuk anak Indonesia. Dan DAN mewadai itu. Dengan masing2 Kompasianer yang ahli dalam bidangnya, DAN berhasil untuk menyatukan perbedaan dan membina kasih dan persatuan untuk anak2 Indonesia, anak2 kita.