Lihat ke Halaman Asli

Christie Damayanti

TERVERIFIKASI

Just a survivor

'Atas Nama Penghidupan' [Lanjutan Kisah Pagi di Pedestrian Jakarta]

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

Sebelumnya : Kisah Pagi di Pedestrian Jakarta

'Mengatasnamakan penghidupan' ( seperti komentar salah satu tulisanku diatas ) merupakan 'modal' bagi orang2 yang tidak peduli, yang menjadikan 'atas nama penghidupan' diatas segala2nya, padahal justru mengesampingkan kehidupan orang lain. Ketidak-pedulian ini yang sering menjadikan HAM sebagai kambing hitam.

Ketika sering kali Jokowi ditengarai sebagai gubernur yang tidak peduli dengan 'kemanusiaan' karena membuat warga pindah dari Waduk Pluit ( misalnya ) atau beberes sebagai pedagang kaki lima di Tanah Abang, membuat banyak orang menjadi dilema : kemanusiaan atas nama penghidupan ( untuk warga kota yang memang tidak mampu, BUKAN semua warga kota ) atau kah KEBERSAMAAN sebagai seluruh warga kota?

Tulisanku di link diatas, sangat nyata. Ketika 'atas nama penghidupan' bagi sosial masyarakat kebawah harus berjuang untuk hidupnya, pada kenyataanya justru membuat seluruh masyarakat terkena dampaknya!

Seperti yang aku tuliskan, issue2 besar perkotaan, awalnya hanya dari segelintir orang2 yang tinggal di bantaran sungai, berdagang di sembarang tempat, menawarkan jasa di tepi jalan ( seperti tambal ban, cat duco ), membuat masyarakat disekelilingnya terabaikan tentang kesehatannya bahkan keselamatannya. Dan seharusnya, kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan ....

Pemerintahan Jokowi menurutku sudah sesuai dengan kepedulian masyarakan waega kota dan lingkungan. Waduk Pluit dan PKL, misalnya. Sepertinya 'atas nama wong cilik dan penghidupan', selain Jokowi belum ada yang berani mendobraknya! Dengan 'keras' tetapi sesuai dengan prosedur serta rencana kota masa depan, Waduk Pluit dan PKL pun dilabraknya! Banyak warga yang berteriak2 tentang HAM, tetapi mereka sendiri pun harus tahu bahwa hidup di perkambungan 'slum' Waduk Pluit ( dahulu ) dan PKL yang membuat sebagian besar warga Jakarta susah untuk menembusnya, justru MELANGGAR HAM!

Masyarakat dan kehidupan perkampungan kumuh di Waduk Pluit, berubah dan berangsur berubah menjadi kehidupan normal di rusunami2 yang sudah diberikan kepada masyarakat disana, bukankan masing2 warga kota menjadi 'enak' dan nyaman dalam kebersamaan? Waduk Pluit menjadi taman untuk lingkungannya, dan aliran air hujan bisa tertampung ( sebagian ) di Waduk Pluit. Dan warga yang awalnya hidup di 'rumah kardus', nyaman tinggal di rusunami .....

Begitu juga tentang PKL di seluruh Jakarta. PKL2 yang selalu bertumbuh, apalagi di keramaian pasar dan membuat jalanan  umuh dan macet, Jokowi berhasil menjadikan jalanan2 tersebut lebih nyaman dan PKL di kelompok2an sesuai dengan peraturan dan rencana tata kota. Dan semuanya seharusnya senang, dan hak-hak warga kota dalam kebersamaan semakin nyata.

Tetapi ternyata tidak demikian! Ke-egois-an sebagian warga yang merasa 'hak2nya untuk mendapatkan penghidupannya' ( lewat PKL atau tinggal di gubuk kumuh tetapi pendapatannya lebih baik ) lebih baik, seakan2 tidak puas dengan kenyataannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline