Pernahkah Anda mendengar istilah P4 atau P5 dalam dunia pendidikan di Indonesia? Mungkin bagi sebagian orang, istilah ini terdengar asing. Namun, bagi mereka yang tumbuh pada era 1980-an dan 1990-an, terutama yang pernah duduk di bangku sekolah dasar atau menengah, P4 dan P5 adalah istilah yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tapi, apakah benar bahwa P4 lebih enak atau lebih baik daripada P5? Artikel ini mencoba untuk menggali lebih dalam perbedaan antara kedua kurikulum tersebut, serta bagaimana pengaruhnya terhadap pendidikan Indonesia secara keseluruhan.
Apa Itu P4 dan P5?
P4 dan P5 merujuk pada dua jenis kurikulum yang digunakan di Indonesia pada masa yang berbeda.
- P4: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau Eka Prasetya Pancakarsa adalah sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde Baru. P4 ini sangat menekankan pada pendidikan moral, etika, dan penghayatan terhadap ideologi nasional. Salah satu ciri khasnya adalah adanya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang memfokuskan pada pengajaran tentang lima sila dalam Pancasila, serta implementasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa, yang menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Produk hukum ini tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok Ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.Dalam perjalanannya 36 butir pancasila dikembangkan lagi menjadi 45 butir oleh BP7. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indones
- Sementara itu Projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) merupakan upaya untuk mendorong tercapainya profil pelajar Pancasila dengan menggunakan paradigma baru melalui pembelajaran berbasis projek. Dengan menjalankan P5, pendidik diharapkan dapat menemani proses pembelajaran peserta didik untuk dapat menumbuhkan kapasitas dan membangun karakter luhur sebagaimana yang dijabarkan dalam profil pelajar Pancasila. Projek penguatan profil pelajar Pancasila, sebagai salah satu sarana pencapaian profil pelajar Pancasila, diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk "mengalami pengetahuan" sebagai proses penguatan karakter, sekaligus kesempatan untuk belajar dari lingkungan sekitarnya. Dimensi profil pelajar Pancasila menunjukkan bahwa profil pelajar Pancasila tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif, tetapi juga sikap dan perilaku sesuai jati diri sebagai bangsa Indonesia sekaligus warga dunia. Jika P4 lebih berfokus pada pengenalan dan pengajaran nilai-nilai Pancasila secara teoritis, P5 mencoba untuk lebih menekankan pada pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. P5 lebih mengutamakan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan karakter, kreativitas, serta kemampuan sosial dan emosional siswa. Dengan demikian, P5 bukan hanya soal menghafal sila-sila Pancasila, tetapi juga bagaimana siswa bisa mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam interaksi mereka dengan orang lain.
P4: Kurikulum yang Menanamkan Ideologi Negara
Pada masa Orde Baru, pengajaran nilai-nilai Pancasila sangat diutamakan. Salah satu cara untuk memastikan agar nilai-nilai tersebut dipahami dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat adalah melalui kurikulum P4. Dalam kurikulum ini, Pancasila menjadi pusat dari setiap kegiatan pendidikan, yang bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang setia pada negara dan ideologi yang dibawa oleh pemerintah saat itu.
Kelebihan dari P4 adalah penekanan pada nilai-nilai kebangsaan dan persatuan. Di tengah kondisi politik yang menekankan stabilitas nasional dan pemerintahan otoriter, kurikulum ini menjadi alat yang sangat efektif untuk membentuk rasa cinta tanah air, kesadaran berbangsa, serta keutuhan ideologi Pancasila di kalangan siswa. Banyak yang berpendapat bahwa pada masa itu, kurikulum ini membantu memperkuat persatuan bangsa, meskipun dengan cara yang sangat terpusat pada ideologi tertentu.
Namun, ada pula kritik terhadap kurikulum P4 yang dianggap terlalu berat sebelah, mengabaikan pluralitas dan keragaman Indonesia, serta lebih menekankan pada aspek formalitas dan teori. Siswa lebih banyak menghafal sila-sila Pancasila dan tidak diajarkan bagaimana cara mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Pembelajaran moral dan karakter juga cenderung terbatas pada pengajaran nilai-nilai yang sudah ada, tanpa memberi ruang bagi pengembangan pemikiran kritis atau kreativitas siswa.
P5: Kurikulum yang Lebih Berfokus pada Karakter dan Kreativitas
Memasuki era reformasi, pemerintah Indonesia mulai menyadari bahwa pendidikan harus lebih dari sekadar menanamkan ideologi negara. Dunia yang semakin terbuka memerlukan generasi muda yang tidak hanya memahami nilai-nilai kebangsaan, tetapi juga memiliki keterampilan sosial, kreativitas, dan kemampuan untuk berpikir kritis. Inilah yang menjadi dasar dari diperkenalkannya kurikulum P5 pada tahun 2022.
Kurikulum P5 lebih menekankan pada pendidikan karakter dan pengembangan keterampilan hidup. Mata pelajaran Pancasila tidak hanya berfokus pada pengajaran tentang sila-sila Pancasila secara teoritis, tetapi juga bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menghadapi masalah sosial dan budaya yang lebih beragam. Pendekatan ini memberikan kebebasan lebih kepada siswa untuk mengeksplorasi dan memahami kehidupan sosial dengan cara yang lebih relevan dengan realitas zaman.
P5 juga memperkenalkan konsep multikulturalisme, dengan memberikan perhatian pada keberagaman budaya, etnis, dan agama di Indonesia. Hal ini memberikan ruang bagi siswa untuk memahami perbedaan dan belajar hidup dalam masyarakat yang pluralistik. Di sisi lain, P5 juga memperkenalkan metode pembelajaran yang lebih aktif dan partisipatif, dengan mengutamakan diskusi, proyek kolaboratif, dan kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan keterampilan sosial, seperti kerja sama, empati, dan komunikasi.