Abraham Harold Maslow adalah salah satu tokoh Psikologi Humanis yang memperkenalkan teorinya yang dikenal sebagai Hierarcy of Needs. Maslow memandang bahwa teori pengkondisian kurang dapat mengakomodasi kompleksitas perilaku manusia, di mana pokok teori pengkondisian adalah perilaku manusia yang dipengaruhi oleh adanya stimulus atau rangsang tertentu.
Seseorang akan cenderung mengulang perilaku yang sama apabila mendapat stimulus yang positif dan tidak mengulang kembali perbuatannya apabila mendapat stimulus negatif.
Menurut Maslow, perilaku seseorang lebih dipengaruhi oleh motivasi dari dalam dirinya dibandingkan dengan adanya stimulus. Seseorang bisa saja melakukan sebuah aktivitas untuk mrncapai 2 tujuan sekaligus. Maslow mengelompokkan kebutuhan manusia ke dalam 2 kelompok besar yakni :
- Kebutuhan defisiensi. Kebutuhan defisiensi ini muncul dari adanya kekurangan, sedangkan kebutuhan pertumbuhan ini tidak berasal dari suatu kekurangan. Kebutuhan defisiensi meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang dan kebutuhan akan penghargaan.
- Kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan pertumbuhan ini muncul setelah kebutuhan defisiensi semua terpenuhi. Kebutuhan ini tidak muncul dari adanya kekurangan tertentu.
Teori Maslow ini sangatlah relevan dengan dunia pendidikan. Di dalam kelas, kita sebagai pendidik dapat melihat sejauh mana para peserta didik kita telah terpenuhi kebutuhannya berdasarkan pengamatan sehari-hari. Beberapa peristiwa berikut perlu mendapatkan perhatian guru di dalam kelas sehingga dapat dilakukan secara tepat.
- Seringkali guru melihat ada peserta didik yang tidak konsentrasi dalam belajarnya. Hal ini dapat saja terjadi karena beberapa kemungkinan, yakni : bisa jadi karena mereka belum sarapan, merasa tidak nyaman di kelas, kurang istirahat, atau ada masalah yang sedang dihadapi di dalam keluarganya.
- Perkelahian antar peserta didik. Hal ini bisa saja terjadi karena peserta didik merasa tidak nyaman di kelas, merasa kurang dihargai, atau kurangnya rasa kasih sayang dari dalam keluarganya sehingga anak cenderung agresif.
Beberapa peristiwa di atas menggambarkan kejadian keseharian di dalam kelas yang menuntut pemikirian kritis seorang guru sehingga dapat menemukan solusi yang tepat agar kegiatan belajar di dalam kelas kondusif.
Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan para peserta didik di dalam kelas, guru perlu memfasilitasi peserta didik dengan menciptakan lingkungan belajar yang humanis sehingga mampu menjadikan kelas sebagai rumah kedua bagi para peserta didik, perlu mencipatakan ruang diskusi terbuka, ruang kompetisi sebagai ajang aktualisasi diri para peserta didik dan mengembangkan model-model pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk dapat mengembangkan sikap kooperatif sehingga dapat saling mengenal satu dengan lainnya.
Salah satu model belajar yang dapat diterapkan guru adalah STAD ( Student Team Achievement Division ). STAD menekankan kerja sama di dalam tim-tim kecil yang majemuk atau memiliki karakteristik yang berbeda di antara para anggotanya. Karakteristik yang dimaksud antara lain perbedaan jenis kelamin, perbedaan tingkat kesulitan belajar, prestasi (rendah, rata-rata, tinggi), dan perbedaan keterampilan lainnya. Selain itu, STAD menerapkan penghargaan terhadap capaian kinerja peserta didik. Tahapan-tahapan dalam model STAD sebagai berikut :
1. Presentasi kelas, di tahap ini guru memberikan penjelasan tentang pelajaran sesui dengan tujuan dan materi kepada peserta didik. Hal ini untuk mengembangkan pemahaman peserta didik tentang keterampilan tertentu yang menjadi tujuan pembelajaran. Pada tahap ini guru dapat membuat tes individu untuk mendapatkan skor dasar dari masing-masing peserta didik. Skor dasar digunakan untuk mengetahui kinerja perbaikan yang mampu dilakukan oleh peserta didik setelah mereka bekerja dalam tim untuk menyelesaikan suatu kuis.
2. Tim, anggota dalam suatu tim memiliki karakteristik yang berbeda ( berbeda jenis kelamin, perbedaan tingkat penguasaan materi, maupun perbedaan keterampilan lainnya). Dengan karakteristik yang berbeda tersebut maka diharapkan ada kerjasama yang saling menguatkan di antara mereka. Kerja tim mendorong peserta didik mengalami proses kerja sama dengan teman-temannya yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
3. Kuis, diberikan sesuai tujuan pembelajaran kepada masing-masing tim. Setiap anggota tim mengambil peran dalam menyelesaikan kuis tersebut. Guru perlu mengingatkan peserta didik tentang bagaimana kerja dalam tim, nilai perbaikan yang akan mereka peroleh bila melebihi skor dasar, dan pengakuan terhadap tim bila mencapai kinerja tertentu. Hal ini dilakukan untuk mendorong tumbuhnya motivasi pada peserta didik.
4. Skor kemampuan individu, merupakan perbandingan antara skor kuis seorang peserta didik dengan kinerja masa lalu mereka atau skor dasar. Selisih antara skor kuis dan skor dasar tiap peserta didik akan berdampak pada perolehan poin nilai perbaikan.