Lihat ke Halaman Asli

Sehari yang Mengubah Hidupku

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2013-02-23 17.57.27

Februari 2013 Namaku Loren, aku kelas 3 SD. Tadi sore bapak guru bilang kalau dia tidak akan mengajar besok karena ada guru lain dari kelas inspirasi yang akan datang ke sekolahku. Aku tidak begitu mengerti apa itu kelas inspirasi, tapi informasi besok ada tamu yang akan datang ke sekolah kami itu menyenangkan sekali. Aku jadi penasaran seperti apa ya bapak ibu guru yang akan menggantikan guru-guru kami itu? Sepanjang sore sampai malam aku memikirkan dan membayangkan, kira-kira mereka seperti apa ya? Pakai baju apa ya? Apa seragam seperti guru-guru kami, atau baju kantoran seperti yang sering aku lihat dipakai atasan-atasan ayahku. Ayahku kerja di kantor daerah sudirman sebagai.... aduh, apa ya namanya? Lepis boy ato sejenisnya itu deh. Pokoknya kerjanya menyiapkan kopi, beres-beres. Pagi ini, aku merasa lebih bersemangat untuk ke sekolah. Aku ga sabar untuk melihat tamu-tamu sekolahku itu. :) Saking semangatnya, aku sampai sekolah jauh lebih pagi dari biasanya. Sekitar jam 6an aku sampai sekolah, ternyata di ruang guru sudah ada 1 orang yang belum pernah kulihat. Aku mengintip sambil malu malu. Ternyata kakak cantik itu menyadarinya dan memanggil aku. Aku malu-malu mau, tapi akhirnya dia mendekati aku dan mengajak aku ngobrol. Aku senang sekali. Ibu tadi ternyata namanya Ibu Indah. Dia cantik dan baik sekali. Bel tanda masuk sekolahpun masuk, kami berlarian masuk ke kelas. Pak Abdulah masuk ke kelasku bersama satu orang bapak yang memakai pakaian seragam hijau tentara. Wah, aku dan teman-temanku semangat sekali. Ternyata bapak itu adalah Bapak Wilson yang pekerjaannya tentara. Dia memberitahu kami tentang pekerjaannya dan bahwa dia ingin kami mencapai cita-cita kami juga. Dia bilang kalau kami ingin jadi seperti dia, kami harus sekolah yang tinggi dan kerja keras. Selanjutnya, masuk Ibu Tina. Ibu Tina adalah seorang psikolog. Kami semua bingung waktu dia bilang dia itu psikolog. Istilah itu sangat asing buat kami. Setelah dijelaskan, ternyata psikolog adalah orang yang membantu orang lain waktu orang lain sedang sedih dengan cara mendengarkan cerita orang yang sedang sedih itu. Ibu Tina itu mengajak kami main pura-pura jadi psikolog. Jadi kami dikasih nonton video anak yang bercerita tentang masalahnya. Wow! Kami terkagum-kagum bisa lihat video di dinding dan berlayar sebesar itu. Lalu Ibu Tina tanya ke kami bagaimana menjawab pertanyaan anak tadi. Aku sangat kagum dengan cerita dan presentasi Ibu Tina. Jam istirahatpun tiba. Saat kami main di lapangan, aku melihat guru-guru baru kami sedang istirahat dan ngobrol juga di ruang guru. Beberapa temanku dan murid-murid lain berdiri di depan ruang guru karena ingin melihat-lihat guru-guru baru tadi. Ah, aku mau ikutan tapi malu. Guru-guru tadi akhirnya mengajak beberapa temanku itu ngobrol. Aku tidak sabar menantikan ibu Indah yang cantik tadi masuk ke kelasku setelah istirahat ini, aku ingin tau, apa pekerjaan Ibu Indah. Akhirnya bel masuk kembali berbunyi. Waktu yang kunantikan akhirnya tiba. Ibu Indah masuk ke kelasku. Ternyata Ibu Indah adalah seorang Arkeolog. Apa ya itu? Ibu Indah membawa koin-koin kuno, juga gambar tulang belulang. Jadi, kata ibu Indah, pekerjaan dia adalah menggali tanah dan bebatuan untuk menemukan barang-barang zaman dulu yang terkubur. Wah, aku kagum sekali dengan dia. Aku ingin seperti dia. Arkeolog. Bisa keliling-keliling dunia kemana-mana. Ibu Indah bercerita kalau mau seperti dia, harus sekolah yang tinggi, sampai kuliah. Aku tidak begitu tahu sih, kuliah itu seperti apa, tapi terdengar keren. hehe. Ibu Indah juga berpesan supaya kami berani bermimpi yang tinggi, setinggi-tingginya. Saat ini aku cuma ingin bisa seperti ayahku, jadi lepis boy di kantor. Dia juga bilang kami harus kerja keras, pantang menyerah, jujur, dan mandiri kalau mau jadi orang sukses. Aku tulis itu di halaman depan buku catatan Bahasa Indonesiaku. Saat jam pulang, kami diminta oleh guru-guru dari kelas inspirasi tadi untuk menuliskan cita-cita kami di pembatas buku yang diberikan oleh mereka. Aku tulis cita-citaku adalah kuliah tinggi dan jadi arkeolog. Temanku ada yang menulis ingin jadi insinyur, lalu ada juga yang ingin jadi guru. Ada juga yang ingin jadi tentara. Macam-macam. Setelah menulis, kami dikumpulkan di lapangan. Lalu ternyata Ibu Indah main Biola dan guru lainnya bermain gitar dan kami pun bersama-sama menyanyikan lagu "Laskar pelangi"nya Nidji. Kami semua senang dan terakhir, kami diminta menulis lagi cita-cita kami di kertas warna warni yang bisa ditempel lalu ditempelkan di balon. "Balon ini adalah balon cita-cita. Bersama terbangnya balon ini, cita-cita kalian juga akan terbang tinggi sampai ke langit tertinggi" Begitu kata Pak Wilson yang tentara itu dengan tegas. Aku semangat sekali menerbangkan balon. Belum pernah aku melihat orang memegang balon sebanyak ini. Balonpun diterbangkan, aku melihat balon cita-citaku sampai akhirnya tidak kelihatan lagi. Februari 2050 Tidak terasa, hari inspirasi itu sudah lewat 37 tahun yang lalu. Air mataku tak tertahankan untuk keluar saat membaca diary SDku 37 tahun lalu itu. Bayanganku melayang membayangkan hari kelas inspirasi itu. Mungkin aku memang tidak jadi arkeolog seperti Ibu Indah, tapi kini aku berhasil kuliah arsitek dan mempunyai kantor konsultan arsitektur terbaik di negeri ini. Pesan ibu Indah dan guru kelas inspirasi lainnya yang mungkin hanya mengajar sehari itu terpatri terus dalam pikiran dan hatiku. Bahkan hingga kini. Mereka mungkin hanya cuti dan mengajar sehari, tapi apa yang mereka ajarkan sungguh menjadi lilin dalam hidupku. Iya, cuma sehari tapi pesan mereka terus tertanam dan bertumbuh, aku jadi berani bermimpi dan mengejar mimpiku. Sungguh, sehari yang mengubah hidupku. Terima kasih bapak ibu guru kelas inspirasi. Terima kasih karena telah memberiku keberanian untuk bermimpi... Terima kasih sudah memberi tahuku bahwa aku boleh bermimpi. Sungguh terima kasih karena kalian sudah mau cuti di tengah kesibukan kalian dan datang sehari ke sekolahku, menjadi lilin dalam hidupku. Aku tidak tahu harus bagaimana membalas jasa kalian, tapi aku juga mau meneruskan iuran inspirasi yang telah kalian berikan kepada kami untuk selalu membangun Indonesia yang lebih baik. Terima kasih, guruku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline