Bandung, 12/12/2024, Di era globalisasi ini, literasi budaya menjadi salah satu keterampilan yang sangat penting. Literasi budaya mengacu pada kemampuan seseorang untuk memahami, menghargai, dan berinteraksi secara efektif dengan individu dari latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini menjadi semakin relevan di lingkungan akademik seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Telkom University, yang memiliki populasi mahasiswa dengan keberagaman budaya yang sangat tinggi. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang budaya lain, mahasiswa dapat membangun hubungan yang harmonis dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dalam dunia yang semakin global.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Telkom University, sebagai salah satu fakultas besar, mencatat jumlah mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, dengan 1217 mahasiswa baru pada tahun 2023. Sebagian besar berasal dari Pulau Jawa, namun tidak sedikit pula mahasiswa yang datang dari Sumatera, Papua, hingga daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Keberagaman ini menciptakan lingkungan yang dinamis dan penuh peluang untuk belajar serta berbagi budaya. Dalam konteks ini, literasi budaya tidak hanya berperan dalam membangun toleransi, tetapi juga membantu mahasiswa dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Menurut survei yang dilakukan kepada mahasiswa FEB Telkom University, 61,5% responden menyatakan bahwa literasi budaya sangat relevan dalam kehidupan kampus yang multikultural. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa menyadari pentingnya pemahaman dan penghargaan terhadap budaya yang berbeda untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis. Hanya sebagian kecil mahasiswa yang berpendapat bahwa literasi budaya kurang relevan, yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan, sebagian besar mahasiswa mengakui pentingnya literasi budaya dalam kehidupan mereka.
Mahasiswa FEB Telkom University memahami bahwa untuk dapat berinteraksi secara efektif dengan teman-teman dari latar belakang budaya yang berbeda, mereka perlu mengembangkan keterampilan yang meliputi kemampuan beradaptasi, berkomunikasi secara efektif, dan menghargai perbedaan. Literasi budaya ini juga mendukung terciptanya hubungan sosial yang baik di kampus, yang pada gilirannya dapat memperkaya pengalaman belajar mahasiswa. Meskipun banyak mahasiswa yang merasa mudah beradaptasi dengan keberagaman budaya di kampus, tantangan tetap ada.
Berdasarkan hasil survei, 36,5% mahasiswa merasa bahwa perbedaan cara berpikir atau nilai-nilai adalah tantangan terbesar yang mereka hadapi saat berinteraksi dengan teman-teman dari budaya yang berbeda. Selain itu, perbedaan kebiasaan (30,8%) dan kesulitan dalam berkomunikasi (28,8%) juga menjadi hambatan yang cukup signifikan. Namun, mayoritas mahasiswa (88,5%) memilih untuk belajar dan mengamati kebiasaan teman-teman sebagai cara utama untuk beradaptasi. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang berbasis pada interaksi langsung dan pengalaman adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi perbedaan budaya. Sebagian mahasiswa juga memilih untuk bertanya langsung, mengikuti kegiatan budaya kampus, atau bergabung dengan unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang berfokus pada budaya, sebagai cara untuk memahami perbedaan.
Resiliensi multikultural, yang mengacu pada kemampuan untuk beradaptasi dan berkembang dalam lingkungan yang beragam secara budaya, juga sangat penting dalam dunia akademik dan profesional. Survei menunjukkan bahwa 57,7% mahasiswa berpendapat bahwa resiliensi multikultural sangat diperlukan dalam bekerja dalam kelompok yang multikultural. Keberagaman budaya di Telkom University memberikan tantangan sekaligus peluang bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan ini. Selain itu, lebih dari 46% mahasiswa merasa bahwa lingkungan kampus sudah cukup mendukung mereka dalam beradaptasi dengan keberagaman budaya. Beberapa mahasiswa mengusulkan agar kampus mengadakan lebih banyak acara atau kegiatan budaya yang melibatkan berbagai suku dan budaya. Melalui acara-acara ini, mahasiswa dapat saling berbagi pengetahuan tentang budaya mereka, serta mempererat hubungan antar teman dari latar belakang budaya yang berbeda.
Dalam menghadapai tantangan budaya, mahasiswa di Telkom University juga mengadopsi pendekatan kognitif dalam mengubah cara pikir dan sikap mereka terhadap perbedaan budaya. Pendekatan ini berfokus pada perubahan pola pikir dan refleksi diri untuk membantu mahasiswa melihat perbedaan budaya secara lebih terbuka dan tidak menghakimi. Survei menunjukkan bahwa 57,7% mahasiswa merasa bahwa pendekatan ini membantu mereka menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan budaya. Salah satu contoh yang diberikan oleh mahasiswa adalah perbedaan cara berbicara antara mahasiswa dari Sumatera Utara yang sering berbicara dengan intonasi yang lebih keras, dan mahasiswa dari daerah lain yang berbicara dengan intonasi lebih lembut. Mahasiswa menyadari bahwa perbedaan ini bukanlah tanda kemarahan, tetapi bagian dari ekspresi budaya mereka. Dengan pendekatan yang lebih terbuka dan pemahaman yang lebih dalam, mereka bisa lebih mudah menerima perbedaan dan membangun hubungan yang lebih harmonis.
Selain di lingkungan kampus, literasi budaya juga memainkan peran penting dalam dunia ekonomi dan bisnis. Sebanyak 67,3% responden menganggap pemahaman terhadap budaya lain sangat penting dalam dunia ekonomi dan bisnis. Keberagaman budaya mempengaruhi strategi bisnis di Indonesia, dan 63,5% mahasiswa merasa bahwa resiliensi multikultural sangat diperlukan untuk beradaptasi dalam lingkungan bisnis global. Dengan mengembangkan literasi budaya, mahasiswa Telkom University tidak hanya akan siap menghadapi dinamika keberagaman di kampus, tetapi juga akan lebih siap untuk bekerja dalam lingkungan profesional yang multikultural dan global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H