Lihat ke Halaman Asli

Dahlan Iskan Ngapain, Sih?

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bukan bermaksud mengecilkan atau tidak menghargai sebuah inovasi. Namun ketika inovasi itu hendak dikembangkan lebih jauh sebagai suatu produk yang akan dipasarkan secara nasional dalam sebuah industri, rasanya perlu dipertimbangkan lebih matang lagi. Mesti realistis dalam memprioritaskan sampai sejauh mana target yang hendak dicapai.

Seperti juga tekad Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan dalam mewujudkan industri mobil nasional bertenaga listrik yang demikian semangatnya ia canangkan. Penting untuk dicermati kembali terkait hal ini adalah bahasan tentang inovasi/teknologi mobil bertenaga listrik, energi penggerak dan kehendak untuk mengembangkannya dalam industri menjadi mobil nasional itu sendiri.

Yang pertama tentang mobil bertenaga listrik. Sekali lagi, bukan bermaksud menyepelekan sebuah karya. Tapi, mohon maaf, jika boleh saya katakan mobil listrik itu bukanlah sesuatu yang baru, apalagi istimewa. Sejak dulu kita sudah mengenal produk mobil listrik dalam bentuk mainan. Menggunakan energi batere dan cukup canggih dikendalikan via remote control. Itu untuk ukuran kecil. Sekarang, di mal-mal atau pusat perbelanjaan bahkan ada yang ukurannya lebih besar, disewakan untuk hiburan anak-anak. Sebagai awam, secara sederhana saya memandangnya sama saja. Hanya berbeda pada ukuran, berat bahan, serta fungsi-fungsi yang hendak diadaptasi. Tentunya semakin berat dan kompleks fungsi yang hendak dijalankan, maka akan semakin besar juga energi listrik yang digunakan. Jadi, istimewa? Ah, tidak juga.

Yang kedua, dan ini vital adalah mengenai energi penggeraknya itu sendiri. Lisrik! Memang, jika dipandang dari segi emisi, penggunaan listrik ini akan lebih ramah lingkungan. Jelas berbeda dengan pemakaian energi fosil (BBM) yang menghasilkan efek polutan dari gas buangnya. Namun, kalau tujuannya hendak menggantikan penggunaan energi BBM yang berpolusi, semakin langka dan penggunaannya membengkakkan subsidi, sepertinya perlu juga berpikir ulang tentang ketersediaan energi listrik itu sendiri.

Selanjutnya, ketika Dahlan Iskan “ngotot” ingin mengembangkannya dalam industri mobil nasional, sebuah pertanyaan menggelitik layak mengemuka. Yakni, sebagai pejabat yang pernah duduk sebagai Direktur Utama PLN (Perusahaan Listrik Negara), apakah beliau lupa bahwa bukan hanya BBM, negeri ini pun mengalami “krisis” serupa dalam hal ketersediaan energi listrik? Setali tiga uang, BBM dan listrik sama-sama membebani anggaran negara dengan alokasi subsidinya. Bahkan tahun 2013 ini karena beratnya beban itu telah terdapat rencana memangkas subsidinya. BBM akan naik harganya, demikian juga TTL (Tarif Tenaga Listrik). Perlu diingat juga, pembangkit listrik kita sebagian besar masih sangat bergantung juga pada basokan BBM. Berputar-putar minus solusi pasti yang ujung-ujungnya pemborosan.

Nah, kalau sudah begini, Dahlan Iskan ngapain, sih? Pertimbangan matang manakah yang dipakai ketika hendak menjadikan mobil listrik dalam skala besar (indusri mobil nasional)? Mobilnya dulu atau listriknya dulu? Saya yakin, banyak putra putri negeri ini yang berpotensi akan menjadikan membuat mobil listrik itu “mudah”. Ijinkan saya katakan hanya memperbesar mobil mainan. Yang sulit adalah ketersediaan energi listriknya. Untuk memenuhi kebutuhan listrik seluruh Indonesia, baik industri ataupun rumah tangga pun sampai saat ini PLN belum tuntas juga, bagaimana nanti kalau mobil listrik banyak dimiliki?

Alangkah baiknya, Dahlan Iskan tidak terburu-buru. Membenahi BUMN seperti PLN dan Pertamina agar mampu memenuhi suplai energi yang berlimpah dan murah bagi negeri ini sepertinya lebih utama. Sedangkan mengenai inovasi ataupun teknologi biarlah terus berjalan dalam koridornya. Dukung terus dan berikan wadah agar anak negeri ini terus giat mencipta. Mobil listrik, mobil gas, mobil minyak, mobil air dan sebagainya. Buktikan kalau kita bisa. Tapi, untuk menjadikannya sebuah industri, haruslah diyakinkan bahwa seluruh faktor pendukungnya telah siap tersedia. Layak dijadikan satuan kebijakan yang tak terpisahkan. Dan yang pasti, semua harus benar-benar utuh untuk kemajuan bangsa, jangan sampai terbelenggu sebagai alat pencitraan belaka.

Salam inovasi.

.

.

C.S.

Sudah bayar tagihan listrik?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline