Lihat ke Halaman Asli

“Invisible Hand” Dalam Perekonomian Keluarga

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang akan Saya obrolkan di sini tentu saja agak berbeda dengan teori Adam Smith yang fenomenal itu. Invisible hand yang dikemukakan beliau cenderung mengacu pada adanya kekuatan tak terlihat yang mampu membuat perekonomian negara/dunia stabil . Dikatakannya bahwa negara tidak sepatutnya ikut campur dalam sistem pasar itu, karena semua akan berjalan wajar dengan adanya “kekuatan tersembunyi” yang mengatur keseimbangan dalam kompetisi yang bebas terkait hukum permintaan dan penawaran (demand and supply). Teori ini memang masuk akal tapi masih debatable karena banyak faktor yang membuat hukum pasar tidak selalu berjalan ideal.

Sedangkan kekuatan tersembunyi yang Saya maksud di sini adalah lebih mengacu pada lingkup kecil, yaitu keluarga. Jika Adam Smith fokus pada keseimbangan karena kekuatan tersembunyi yang mengatur permintaan dan penawaran, invisible hand versi Saya lebih memandang pada sisi keseimbangan yang tercipta terkait “pendapatan dan pengeluaran” dalam sebuah keluarga. Dan lebih fokus lagi adalah keluarga dalam kategori bukan orang kaya (makmur/berlebih).

Sering ada pernyataan bahwa jika dihitung secara matematika, pendapatan kita tak cukup untuk mengimbangi kebutuhan/pengeluaran, namun kenyataannya selama ini tetap bisa berjalan dan bertahan.

Kenyataan itu memang sering terjadi, seolah-olah ada sebuah kekuatan tersembunyi yang membantu kita ketika ketidakseimbangan itu dikuatirkan. Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya apa yang tampak invisible itu ternyata visible juga. Mengapa demikian? Karena yang lebih nyata terjadi  adalah secara adaptif kita tetap berusaha keras menyesuaikan apa yang kita belanjakan dan apa yang menjadi penghasilan. Meski sering tidak disadari, di sana sini kita telah melakukan penghematan, berusaha terus mencari tambahan penghasilan, ada bantuan meski tak selalu dapat diandalkan atau menerapkan sistem klasik “gali lubang tutup lubang”. Apapun caranya (halal) dan disadari atau tidak invisible hand itu lebih banyak adalah hasil dari penyesuaian diri kita.

Mengingat hal itu, alangkah baiknya kita tetap berpikir logis terkait pengelolaan keuangan keluarga. Berpegang pada prinsip jangan lebih besar pasak daripada tiang harus tetap kita kedepankan. Jangan takabur dengan terlalu mengandalkan invisible hand yang ternyata lebih cenderung merupakan reaksi adaptif kita itu sendiri.

Selanjutnya tetaplah berusaha berhitung kembali apa yang bisa kita hemat dan apa yang bisa menjadi sumber penghasilan lain kita, yang halal tentu saja. Jangan terlalu kuatir dan takut akan hari esok selama kita selalu berusaha. Percayalah, Invisible Hand yang sesungguhnya yaitu Tuhan akan mengatur memberikan keseimbangan terhadap rejeki kita, selama kita terus berusaha, berdoa serta berbagi.

Salam hemat dan semoga tetap sehat.

.

.

C.S.

Bersiap diri lebih berhemat menjelang April 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline