Lihat ke Halaman Asli

Biar Bolong, Yang Penting Nikmat

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ufsss,..dingin sekali air pagi ini. Tapi lebih segar terasa di badan. Apalagi jiwa serasa tenteram saat suara gayung lawas yang dulu istriku beli murah dari tukang perabot yang lewat di rumah. Jebung! Jebur! Byur!...brr..segar! Kugecek-gecek sabun batang yang wanginya sudah mulai menghilang, sabun ini harus mampu bertahan sampai nanti akhir bulan. Yang penting semoga sabun ini tidak kehilangan fungsi membersihkan badan. Jebung!..Jebur..Byur...! brr..seuegeer! Dan mandi pagi pun usai.

“ Buuu! Sini deh!” berteriak kupanggil istriku yang menyeduh kopi di dapur, hendak membahas seperangkat busana yang disiapkannya untukku.

“ Ada apa yah?”

“ Ini lho,...kaus dalamku jangan yang ini,..ambil yang bolong saja..”

“ Kenapa sih,...Yah?”

“ Ibu lupa ya? Hari ini kan aku pake batik, jadi bolongnya tak bakal terlihat. Yang masih utuh ini buat besok saja, besok kan baju kerjaku pake yang kemeja biasa..”

“ Hihihi,..makanya Yah, beli yang baru dong..”

“ Ah,..sabar dulu ah,...lagian yang bolong-bolong lebih enak di badan, kok”

“ Iya..iya, ngerti. Yang penting cicilan rumah, motor, sama biaya sekolah anak dulu..”

“ Nah, itu Ibu ngerti..”

“ Kasian deh Ayah,...PNS golongan tiga kok kaus dalamnya pada bolong-bolong....”

“ Hush!...., Ibu mau aku banyak duitnya?”

“ Ya, mau lah...”

“ Iya, tapi kita jantungan karena nggak tenang....”

“ Haish...sudah..sudah..., kok ngombro-ombro”

“ Makanya....”

“ Iya,...aku Cuma bercanda, kok. Dah buruan, ntar kesiangan..”

Bener juga, hari sudah mulai siang, harus bergegas kalau tak ingin terlambat. Telat sedikit kena potong tunjangan.

“ Kaus kakiku jangan lupa, bu..”

“ Kalo kaus kaki ayah sih, nggak susah milihnya,...bolong semua kok...hehe”

“ Hei, Bu,...emang nggak tahu ya, Nelson Mandela pun kaus kakinya sama, bolong juga...hahaha..”

“ Nelson Mandela PNS golongan berapa, Yah..?”

“ Golongan tak terhingga,...hahaha...”

Akhirnya semua rapi, kopi hangat dan nikmat sudah pula kuhabiskan. Saatnya berangkat menuju setumpuk berkas pekerjaan. Sambil menunggu bulan berganti muda, menikmati berkah gajian, yang siap dialokasikan untuk berbagai kebutuhan. Dicukup-cukupkan.

“ Buuuu!, ambilkan jas hujan...!”

“ Emang hujan, Yah?”

“ Iya, nih,..makin besar. Haduh! Pagi-pagi kok sudah hujan...”

“ Ya, udah. Pake “Fortuner”mu saja, Yah....”

“ Masih di dealer, susah ngambilnya..hahahaha...”

“ Kasihan kamu, Yah..Yah,...PNS golongan tiga lho!...hihihihi...”

“ Semprul!...tak sobek-sobek!..”

“ Hahaha..”

Kami tertawa bersama, jas hujan segera kukenakan. Dengan diiringi segarnya hujan, kukendarai motor kesayanganku perlahan.

“ Berangkat dulu, Bu..”

“ Hati-hati, Yah. Nggak usah “ngebut”, yang penting selamat..”

“ Oke, sayaaang.., bye...bye..”

“ Hihihi...gaya...”

.

.

.

C.S.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline