Lihat ke Halaman Asli

Para Penggoda Itu Nyata Adanya

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

[caption id="attachment_139714" align="aligncenter" width="380" caption="from google"][/caption] Beberapa waktu lalu Kolom Fiksiana sempat diramaikan dengan tulisan-tulisan bertemakan sosok "penggoda". Cukup ramai dan menyentil. Meski terkesan "liar" dan "lugas" ,dibalut sastra dalam penyampaiannya, karya-karya itu sangat patut diapresiasi. Sepertinya para penulis itu memang sudah sepakat "berkolaborasi" mengusung pesan tersebut. Ramainya komentar membuat lapak itu sangat hidup. Meski ternyata ada pihak yang "kurang mampu" menerjemahkan sebuah maksud, sehingga meracau menganggap posting itu tak bermoral ataupun tak bertatakrama, anggaplah itu kesalahan mengapresiasi. Apalagi saat rekan kompasianer pria membuat karya pembanding dengan tema "lelaki penggoda" menjadi heboh tergopoh-gopoh. Meski disajikan sebagai sebuah "fiksi", namun bagi yang terinspirasi akan menemukan pesan yang jelas terkandung. Sungguh wajar jika saya sempat "nyemplung" sebentar di lapak-lapak itu, karena bagi saya itu "MENARIK" Saya tidak ingin mengupas lebih lanjut tentang posting bertema goda menggoda yang sudah lalu itu. Karena setahu saya sudah ada yang meresensi secara khusus dalam posting tertentu juga. Yang jelas, sekarang saya hanya ingin menuangkan sebuah relevansi tema itu di dunia nyata. Sebuah kisah yang akan menegaskan di dunia keseharian bahwa "Para Penggoda itu Nyata adanya". Ini kisah nyata. Saya mempunyai seorang teman, pria tentu saja. Sebut saja namanya Y. Beberapa tahun yang lalu, sempat satu kantor dengan Saya. Setelah selanjutnya dia dipindahtugaskan ke kota kecil, Purwakarta. Teman saya ini memang banyak memiliki "kekurangan" katakanlah dalam hal sikap, skill dan mungkin juga fisik. Skill-nya boleh dikatakan kurang bagus-sangat standar, kurang mampu untuk melaksanakan job yang memerlukan analisa kuat. Sikapnya juga "kurang menarik". Dia cenderung bersikap "menjilat", menutupi kesalahan, dan pelitnya minta ampun. Dan secara fisik (maaf), meski dibilang tidak jelek, tapi dia jauh lebih tua dari usianya. Hitam, kecil, kurus, dan agak ompong. Mungkin wanita akan sulit untuk terpikat dengan penampilannya. Namun diluar itu semua. Dia adalah teman yang renyah dan lumayan untuk mengobrol. Dan lagi, dia jarang marah meski karena kekurangannya menjadikan seringnya dia disepelekan, diledek, bahkan menjadi korban candaan yang sering keterlaluan. Entah, mungkin itu hanya disimpannya saja, atau karena memang tak berdaya.Satu hal yang perlu dicatat adalah, istrinya jauh lebih cerdas dan mapan kariernya. Melesat jauh melebihinya. Dan dari sinilah awal sebuah cerita. Si Y ini, memang selama ini cenderung tidak memiliki teman. Mungkin, di kantor hanya saya yang dia anggap sebagai temannya. Karena selama ini hanya saya yang mau menemaninya ngobrol, mendengar celotehan sombong dan bahkan keluhan-keluhannya. Meski hanya mau mendengarkan tanpa mencela, sudah cukup membuatnya menemukan seorang teman. Rekan-rekan kantor pun sampai sekarang juga masih "meledek" saya dengan menyebut Y sebagai "abang" saya. Ah, tak apalah, nggak ada yang hilang dariku. Dan lagi, aku tahu, mereka hanya bercanda. Karena aku dianggap sebagai "wakil" mereka untuk menemani si Y ini. Sering. Di sela-sela waktu kami minum kopi. Y selalu menumpahkan uneg-unegnya. Dari segala keluhan sikap teman-teman kantor, sampai dengan keluhan rumah tangga, bahkan kehidupan ranjangnya. Tentang teman-teman yang selalu "menghina" dan menyepelekannya. Juga tentang sikap istrinya di rumah yang cenderung "sombong" dan otoriter. " Chris, teman-teman memang terlalu merendahkan aku. Aku tahu aku bodoh dan bego, tapi mbok ya jangan gitu-gitu amat lah" " Chris, tahu nggak? untuk bersanggama dengan istriku, sekarang susahnya minta ampun. Aku seperti mengemis. Coba bayangkan!..masa saat aku "merengek" dia kadang malah menghina". Coba, bayangkan jika kamu minta jatah, dia cuma respon sinis ", ya, udah..buruan sini-sini...cepet!" Apa nggak hilang mood-ku?" Dia merasa selalu menjadi orang kalah. Tak  hanya di kantor, tapi juga di rumah. Tentu saja saya tidak hanya mendengar dengan tuli. Namun juga ber-empati dan sedikit memberikan sumbang kata, dengan harapan dia bersabar. Meski terkadang saya bumbui sentilan kecil tentang kelemahan-kelemahannya. Sedikit kesimpulan yang mampu saya cerna adalah, teman saya ini sudah "kehilangan eksistensi". Setelah dia dipindahtugaskan, kami memang jarang sekali bertemu. Paling-paling hanya sesekali saat dia ada tugas yang harus mengunjungi kantorku, kantor lamanya. Saat seperti ini pun sama saja. Hanya saya yang "harus" menemaninya. Bahkan aku mendengar kabar bahwa di kantornya yang barupun, ia hanya sebagai "pelengkap penderita". Semakin kurus kering. _______ Kamis lalu Saya ditugaskan untuk mengikuti pertemuan di Lembang, Bandung. Dan aku selalu suka di Bandung. Apalagi Lembang. Udaranya sejuk segar, pusat jajan lengkap dan tak lupa pemandangan cewek-cewek Bandung yang bening-bening, dari data dan pengamatanku, 80% lebih cewek bandung itu cakep dan seksi...he..he. Hanya memandang,..dipegang jangan. Biasalah pertemuan dengan rekan-rekan dari kantor lain di wilayah Jawa Barat. Membahas pencapaian dan rencana target tahun depan. Termasuk dihadiri pula oleh rekan-rekan dari Purwakarta. Temanku Y, tentu saja tidak ikut serta dalam hal ini. Di sela-sela rehat dan perjalanan pulang saat usai (rekan purwakarta bergabung satu mobil denganku), si Y ini menjadi tema obrolan yang "meriah". Karena baru-baru ini si Y diketahui telah menjalin hubungan dengan wanita selain istrinya. Hubungan cinta. Dan wanita yang menjadi "penggoda"nya adalah wanita dari Lampung, yang dahulu merupakan pacarnya waktu SMP. Mereka bertemu berawal dari chatting via Facebook.Sungguh ramai celoteh-celoteh melecehkan dari rekan-rekan di mobil. Saya lebih banyak diam. " Dasar si Y. Nggak ngaca. Udah punya istri cakep, kariernya sukses. Masih juga main mata dengan perempuan lain!" " Perempuan itu nyari apanya si Y ya?...udah item,jelek,ompong, kurus kering, mana pelit lagi....ah...aneh...aneh.." " Chris.....tuh.."abang" loe, kasih tahu-lah, suruh beli cermin...ha..haha.." Dan dalam perjalanan itu, saya hanya tercenung kecut. Teman-teman, kalian memang hebat, tapi kurang mengerti. Bahwa Y baru saja menemukan sepotong diri yang hilang. Sebuah eksistensi yang tercampak berkeping-keping. Pertemuan dan perselingkuhannya dengan mantan pacar waktu SMP itu, mungkin adalah sebuah percikan air yang mengisi dahaganya sekian lama. Dahaga untuk merasa dan dianggap ada. Ingin rasanya ku tekan tombol memori HP-ku. Memencet nama dan nomor Y, ingin tahu apa yang terjadi. Namun sementara ini urung. Biarlah Y membuktikan dirinya ada, karena kuharap mampu menyelesaikan tugasnya. Begitulah kisahnya. Mudah-mudahan rekan-rekan bisa memetik hikmahnya. Yakni Para Penggoda itu Nyata adanya. Saat diri kehilangan arti, kehilangan rasa "ada", maka penggoda yang bisa berasal dari masa lalu atau pun masa kini itu bisa hadir jika saatnya tiba. . Mohon maaf, jika terlalu berpanjang kata dan cerita. Diolah dan diceritakan oleh :Chris Suryo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline