Tahukah kamu, perubahan iklim nggak cuma bikin cuaca panas atau hujan terus-terusan, tapi juga bisa bikin makhluk hidup menghilang? Ini serius.
Sejak SD, aku tahu Indonesia itu punya dua musim: kemarau dan penghujan. Tapi makin dewasa, aku sadar kalau jadwal musim itu mulai nggak jelas. Hujan di bulan Juni? Itu bukan cuma sajak Sapardi, aku beneran kehujanan bulan itu, bahkan sampai Mei. Cuaca panas? Oktober lalu, aku pakai dua kipas angin yang malah kayak 'napas naga.' Perubahan cuaca ini nggak cuma bikin gerah, tapi juga memengaruhi hal yang lebih serius selain bencana alam: hilangnya keanekaragaman hayati.
Kita pasti sudah belajar kalau dari Sabang sampai Merauke, keanekaragaman hayati di Indonesia sungguh kaya. Sebagai informasi, jumlah floranya sebanyak 25.000 spesies alias 10% dari total dunia dan jumlah faunanya Sekitar 17% spesies burung, 12% mamalia, 16% reptil, dan 35% spesies ikan dunia ada di Indonesia. Kok bisa? Itu karena posisi negara kita yang dilewati garis khatulistiwa sehingga kita masuk ke negara beriklim tropis. Karena iklim inilah, begitu banyak ekosistem yang ada di Indonesia, seperti hutan hujan tropis, savana, hutan mangrove, hingga terumbu karang. Selain itu Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, makanya banyak hewan endemik khas Indonesia, di antaranya komodo, orangutan, badak cula satu, dan burung cenderawasih. Cuma, coba bayangin, deh, kalo semua yang indah dan unik di Indonesia itu hilang selain karena keserakahan manusia dalam memburu mereka, juga karena perubahan iklim.
Jadi, memangnya sebesar apa, sih, perubahan iklim terhadap jumlah keanekaragaman hayati?
Dampak Perubahan Iklim terhadap Keanekaragaman Hayati
Cuaca yang makin nggak bisa diprediksi ini ternyata nggak cuma berdampak pada keseharian kita, tapi juga berdampak sama makhluk hidup lain. Bayangkan saja seperti kita yang nggak sanggup di tempat terlalu panas sekaligus tempat yang terlalu banyak air, rasanya seperti mau pingsan atau mati saja, kan? Tumbuhan dan hewan juga bisa begitu. Mereka juga bisa mengalami stres lingkungan. Contohnya seperti padi, jagung, dan gandum, kenaikan suhu memengaruhi proses pembungaan dan tentu itu membuat tanaman-tanaman tersebut sulit bereproduksi. Perubahan cuaca mengubah perilaku hewan, seperti migrasi ikan di lautan dan burung di udara. Dampak ini memang masih belum terlalu terasa, tapi kalau dibiarkan terus-menerus, makhluk hidup juga bisa mengalami kepunahan.
Solusi Mengatasi Penurunan Keanekaragaman Hayati
Jadi apa yang harus kita lakukan? Tentu peneliti sudah menyadari dampak tersembunyi dari perubahan iklim ini. Entah dimulai dengan membuat cagar alam maupun suaka margasatwa. Memang kita cukup tahu hewan-hewan yang terancam punah di Indonesia, tapi bagaimana dengan tumbuhannya? Tidak banyak yang tahu tentang tumbuhan yang terancam punah di Indonesia selain Rafflesia arnoldii dan bunga bangkai.
Supaya tidak berat sebelah, kita juga harus ikut melestarikan keanekaragaman hayati di bidang flora. Salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan keberlangsungan tumbuhan yang langka ialah dengan mengembangkan bioprospeksi tumbuhan. Metode ini intinya mencari kandungan alami dalam tumbuhan, entah gen, senyawa, atau zat lain, untuk tujuan komersial atau ilmiah. Aku pernah membaca opini dari Intani Quarta Lailaty dalam situs KEHATI kalau bioprospeksi tumbuhan dapat meningkatkan ketahanan hidup dalam lingkungan ekstrem dengan menyeleksi varietas yang unggul dalam lingkungan ekstrem. Castanopsis jadi salah satu tanaman yang menjadi objek bioprospeksi tumbuhan. Tanaman ini dikenal memiliki banyak kandungan zat kimia yang baik di hampir setiap bagian tumbuhannya, namun sayang status Castanopsis argentea dan C. tungurrut sudah masuk terancam punah menurut IUCN Red List. Makanya para peneliti berusaha melestarikan Castanopsis lain dengan teknologi bioprospeksi tanaman.
Tidak hanya melalui bioprospeksi tumbuhan, rekayasa genetika juga dapat membantu melangsungkan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati bukan hanya soal jumlah spesies yang kita punya, tapi juga variasi genetik dalam tiap spesies. Variasi genetik ini menjadi kekuatan makhluk hidup untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Bayangkan, gen-gen ini layaknya potongan puzzle yang menyusun ketahanan suatu spesies terhadap ancaman seperti suhu ekstrem, penyakit, atau kelangkaan air. Mkahluk hidup yang telah mengalami rekayasa genetik dikenal dengan sebutan GMO. Berdasarkan apa yang aku pelajari saat kuliah dulu, GMO atau genetically modified organisms (diterjemahkan sebagai organisme termodifikasi secara genetika) adalah organisme yang telah direkayasa materi genetiknya. Bagi kalian yang menyukai atau pernah menonton film science fiction, pasti sudah sering melihat adegan seseorang atau makhluk hidup yang disisipkan gen tertentu dan akhirnya bisa bermutasi. Meskipun yang ada di film atau karya fiksi terkesan lebay, tapi pada dasarnya prinsipnya sama: menambahkan, mengubah, atau mengurangi materi genetik sehingga terjadi mutasi yang menghasilkan sifat tertentu yang diinginkan.