Lihat ke Halaman Asli

M Chozin Amirullah

TERVERIFIKASI

Blogger partikelir

Politik Antik Para Penggali Kubur

Diperbarui: 14 Juni 2017   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Kompas)

Jangan disangka para penggali kubur (maksudnya adalah perawat makam) buta politik. Jika berasumsi seperti itu, Anda salah besar. Justru mereka punya kesadaran politik yang tinggi, mereka bersuara, membangun jaringan dan mengorganisasi diri. Secara unik, mereka juga mengatur strategi, memetakan siapa-siapa yang hari didekati, dilobi, dan kemudian ditemani. Tak perlu survei, tak ada medsos, dan tanpa publikasi media. Semua dikerjakan dengan jalur 'darat' melalu jejaring yang sudah bertahun-tahun terawat.

Waktu itu, kira-kira awal bulan Oktober 2016, pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno baru saja resmi dicalonkan menjadi Cagub-Cawagub DKI. Sore hari, tiba-tiba telepon berdering. Suara di seberang memperkenalkan diri atas nama Abdullah dari pemakaman Tanah Kusir, Kebayoran Lama. Di taman pemakaman Tanah Kusir kebetulan dimakamkan kakek dari Anies Baswedan, Almarhum AR Baswedan. Di pemakaman itu pula terletak kompleks makam Sang Proklamator Bung Hatta.

Pak Uwoh, panggilan akrab Abdullah, mengatakan bahwa dirinya bersama kawan-kawannya sesama pengelola pemakaman Tanah Kusir bermaksud bertandang ke rumah Anies malam itu juga. Katanya. meskipun ditemui sebentar tidak apa-apa, asal bisa bersalaman dan foto bareng calon gubernur yang baru.

Tak bisa kami tolak. Malam itu juga mereka datang. Serombongan sekitar 10 orang mengendarai motor menembus hujan gerimis datang ke rumah Anies Baswedan di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Saat mereka sampai, Mas Anies masih belum sampai rumah, mereka setia menunggu di pendopo rumah joglo itu.

Anies baru sampai di rumah tengah malam. Tengah malam itu juga mereka ditemui. Langsung memperkenalkan diri satu per satu. Mereka ada yang bagian penggali kubur, tukang taman, dan juga spesialis tukang doa kematian. Salah satu kemudian menyampaikan maksudnya secara singkat padat: siap mendukung dan menjadi relawan Anies. Setelah itu foto bersama, lalu foto satu per satu menggunakan HP jadul mereka masing-masing. Tak peduli kualitas fotonya seperti apa, yang penting ada foto berdua dengan Sang Cagub. Jepret, jepret, jepret...

Selesai foto, mereka pamitan pulang. Saya sempat menanyakan kepada mereka, mengapa musti foto satu per satu, apakah tidak cukup foto rombongan aja? Salah seorang di antara mereka menjawab, "Mas, ini foto akan saya pasang di HP saya. Jadi, nanti kalau saya ketemu orang, saya tunjukkan foto ini bahwa saya sudah ketemu langsung dengan Anies. Itulah modal utama saya kampanye nanti. Dengan modal foto berdua ini, saya akan lebih mudah meyakinkan orang-orang yang saya temui untuk mendukung Pak Anies Baswedan."

Baru sadar saya, ternyata benar juga mereka. Foto berdua itu akan menjadi senjata sakti untuk persuasi. Mereka tak perlu berbuih-buih menceramahi, tetapi cukup dengan bukti foto itu untuk menunjukkan bahwa mereka timnya Anies.

Dan benar, dalam perjalanannya, mereka ternyata bisa membangun kekuatan relawan yang dahsyat, khususnya di sekitar Kebayoran Lama. Memang pekerjaan mereka sehari-hari mengubur orang mati, tetapi jangan ditanya jejaring mereka di grassroot. Orang yang meninggal dunia memang tak bisa memberikan suara, tetapi bukankah ketika menguburkan satu orang mereka berinteraksi dengan puluhan aggota keluarga dan koleganya? Belum lagi, antar satu taman pemakaman satu pemakaman yang lainnya berjejaring.

Jejaring itu menembus batas-batas struktur birokrasi di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Mereka tahu di mana kunci-kunci penggerak massa di level paling bawah. Mereka jugalah yang paling tahu bagaimana berbahasa dengan bahasa masyarakat yang paling bawah. Saban hari mereka bergerilya, menebarkan virus-virus ajakan memilih gubernur baru. sebarannya pun tidak hanya di seputar lokasi pekuburan, tetapi meluas melintas batas administrasi kota.

Tapi kadang menunjukkan foto saja kurang cukup membuat yakin, terutama bagi kalangan yang agak menengah. Oleh karena itu, Pak Uwoh dkk kadang mengajak saya untuk datang langsung ke lokasi menemui beberapa orang yang akan diyakinkan. Pernah suatu malam, saya tiba-tiba dihubungi, diajak ke salah satu wilayah di Jakarta Barat, bertemu dengan salah satu ketua RW di sana. Saya diajak untuk meyakinkan bahwa kami memang benar-benar tim Anies dan mengajak mereka untuk bergabung.

Suatu saat saya tanyakan kepadanya, dari mana kenal dengan Pak RW itu, dia menjawab, bahwa awal pertemuannya tidak sengaja. Waktu itu sedang makan di warung, lalu tiba-tiba ada pengunjung warung yang lain sedang membicarakan soal Pilkada Jakarta. Lalu disamperinlah mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline