[caption caption="Staf dan karyawan kemdikbud dengan pakaian adat"][/caption]
Kebayang gak sich, ngantor makai baju daerah? Itu menjadi kenyataan di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Hari ini (Selasa, 2 Februari 2016) adalah hari pertama bagi seluruh staf Kemdikbud ngantor memakai baju daerah. Modelnya bermacam-macam, tergantung dari daerah yang ingin diwakili. Ada yang pakai baju Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, dll. Pokoknya beragam.
Pemandangan paling asyik tentunya di sekretariat Menteri. Pagi ini, mulai jam 7.30 WIB memimpin Rapat Pimpinan (Rapim) yang dihadiri oleh para eselon I dan eselon II. Suasana rapat jauh dari biasanya yang memakai pakaian formal, kali ini seluruh peserta memakai baju tradisional. Suasana rapat jadi gayeng dan penuh warna.
[caption caption="Gambar: Saat Rapim di Kemdikbud, semua memakai baju daerah"]
[/caption]Ini semua berawal dari Surat Edaran Mendikbud yang dikeluarkan melaui Sekjend, bahwa pada Selasa I dan II setiap bulan seluruh staf Kemdikbud agar memakai baju daerah.
Saya, kebetulan punya baju daerah yang sudah bertahun-tahun dianggurkan di dalam lemari. Dianggurkan karena belum pernah ada momen yang cocok untuk memakai baju itu. Baju tersebut merupakan baju adat Nias. Itu saya peroleh saat menjadi ketua umum PB HMI dulu (2009-2011), pernah diundang untuk melantik HMI cabang Nias Selatan. Acara pelantikan diselenggarakan dengan sambutan adat oleh Bupati setempat. Sayapun mendapat hadiah baju adat Nias untuk dikenakan saat upacara. Dari acara itulah saya mendapatkan baju tersebut.
Setelah itu, saya tidak pernah memakai baju itu lagi. Tergantung begitu saja di dalam lemari. Anehnya saya tidak pernah berniat untuk melipat baju tersebut dan menaruhnya di bagian rak yang untuk baju jarang dipakai. Baju itu saya taruh bersamaan dengan baju-baju yang keseharian aku pakai ke kantor. Jika dihitung sampai sekarang, kira-kira sudah sekitar 6 tahun-an lah. Rupanya, itu adalah sinyal atau pertanda, bahwa baju itu menunggu saat seperti sekarang ini. Saat dimana baju daerah juga menjadi baju resmi di kantor.
[caption caption="Gambar: Ke kantor dengan baju Daerah Nias"]
[/caption]
Yang lucu, Pak Irjen (inspektur jenderal). Dia mengenakan baju adat Jawa, lengkap dengan blangkon dan keris yang disematkan di bagian belakang. Selesai rapat berdurasinya dua jam lebih itu, langsung bisik-bisik ke saya: "Hedeuh......badan saya pegel neh. Selama rapat tadi duduknya harus tegak terus neh,...enggak bisa nyandar ke kursi. Lha, itu keris saya ngganjel di belakang, heee".
Ada juga yang punya imajinasi 'liar'. Seorang Ibu dari eselon II berseloroh, "Wah.... mustinya asyik neh kalau ada yang memakai pakaian adat Papua" (maksudnya, memakai Koteka !!!). Kebetulan ada salah satu eselon I yang asli Papua, namanya Pak James. Beliau dengan entheng membalas: "Nanti kapan-kapan saya bawakan dech, ya... tapi sebenarnya bisa diganti pakai paralon loh,....". "Gerrrrr,...." gelak tawa pun meledak.
Eh, tapi nanti kalau memakai koteka, bisa terkena undang-undang pornografi loh. Seorang Ibu eselon I lain yang membidangi hukum langsung menyambar, "bukan pornografi Pak, tapi pornoaksi. Hahahha...."
Diskusipun berkembang, Pak Dirjen Kebudayaan yang kebetulan ahli sejarah memberikan penjelasan bahwa soal Koteka, sebenarnya bukan hanya di Papua saja. Suku Melayu-pun, awalnya dulu pakaiannya model seperti koteka itu. Nah, lhooo.... artinya itu adalah bagian dari nusantara kita.