Lihat ke Halaman Asli

noer cholik

pecinta alam indoor

Cerita Penyitas Merapi

Diperbarui: 28 Desember 2020   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

52 hari sejak tingkat aktivitas Gunung Merapi dinaikkan dari Waspada ke Siaga sebagian kelompok rentan diwilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi) mulai diungsikan menuju TES (Tempat Evakuasi Sementara) dan TEA (Tempat Evakuasi Akhir). 

Para pihak penanggulangan bencana di kabupaten lingkar Merapi dengan sigap merespon rekomendasi dari Badan Geologi. Surat bernomor 523/45/BGV.KG/2020 menetapkan 12 desa diwilayah KRB Merapi meliputi Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta masuk dalam prakiraan daerah rawan bahaya. 

Koordinasi dan berbagai kegiatan persiapan menyambut "Merapi duwe gawe" segera dilakukan pemerintah daerah diantaranya adalah mengungsikan kelompok rentan. Kelompok rentan menurut PP No.21 tahun 2018 adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia. Mereka adalah penyitas yang sudah diungsikan ketika aktivitas Merapi mulai Siaga, demikian kira-kira kegiatan yang tertuang dalam rencana kontijensi kabupaten lingkar Merapi.

Kabupaten Magelang misalnya segera melakukan tindakan kesiapsiagaan melalui BPBD Kabupaten dengan mengungsikan kelompok rentan di enam titik TEA yang tersebar di Kecamatan Muntilan, Kecamatan Mertoyudan dan Kecamatan Mungkid.

Kabupaten Sleman juga tidak kalah sigap, melalui pemerintah desa mereka segera menyiapkan barak pengungsian Desa Glagaharjo. Hal serupa juga disiapkan pemerintah daerah di Kabupaten Klaten yang menampung penyitas di Balai Desa Balerante dan Tegalmulyo, sedangkan Kabupaten Boyolali menyiapkan TPPS (Tempat Penampungan Pengungsian Sementara (TPPS) di Desa Klakah, Jrakah dan Tlogolele. 

Hal ini seolah menjadi praktik langsung dari gladi kesiapsiagaan yang sudah sering dilakukan di Merapi. Persiapan-persiapaan rencana kesiapsiagaan yang sudah disusun saatnya diujikan dalam kejadian sebenarnya. Demikianlah potret kesiapsiagaan para pihak di Merapi saat ini.

Sementara itu nafas Merapi terus berhembus, tubuh gunung terus membengkak akibat tekanan dari dalam kantong magma, detak jantung Merapi yang sambung menyambung dalam garis-garis seismik tak berhenti berdetak. 

Berdasarkan data pemantauan BPPTKG hingga 22 Desember 2020 tercatat 20. 592 kali kejadian gempa dengan energi 203 Giga Joule, sementara data hasil pengukuran EDM (Electronic Distance Measurement) menunjukkan tubuh gunung di lereng barat membengkak hingga 6 m. Merapi sedang tidak baik-baik saja.

Setiap kejadian bencana adalah ujian kesabaran dan Tuhan mencintai hamba-hambanya yang sabar, demikian kata seorang alim. Warga lereng merapi bukanlah warga yang mlempem terhadap bencana, sejak lahir mereka sudah berkenalan dengan ancaman bahaya. Ketangguhan mereka diujikan langsung dengan ancaman bertubi-tubi setiap periode letusan. 

Jangan meragukan soal keikhlasan dan kesabaran kepada manusia Merapi, merekalah juaranya. Namun hari-hari ini kesabaran mereka kembali diuji, menunggu krisis Merapi kapan berakhir. Rasa bosan dan jenuh mulai meliputi keseharian di pengungsian, sebagian dari penyitas memilih pulang ke kampung halaman di zona daerah bahaya.

Menurut Sudasri yang merupakan warga Desa Paten Kabupaten Magelang, bahwa warga yang pulang sementara ke kampung halaman karena untuk tujuan memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari pengungsian, warga yang kesehariannya adalah peladang kembali ke kampung untuk merawat tanaman dan menjual hasilnya panennya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline