"Cikini ke Gondangdia
Kujadi begini gara-gara dia
Cikampek, Tasikmalaya
Hatiku capek bila kau tak setia...!"
Setelah nama Ganjar-Anies mengudar, kini nama Prabowo-Anies kembali disebut-sebut. Entah karena iseng atau apa, tapi jangan kaget juga kalau benar-benar terjadi. Sebab di negeri +62 ini, yang iseng bisa jadi serius dan yang serius ternyata cuma iseng bae. Yah mirip-mirip dengan kode buntut jadinya.
Bagi Anies sendiri jargon Prabowo-Anies bukanlah sebuah hil yang mustahal pula, sebab kondisi internal di dalam Koalisi Perubahan juga bak api dalam sekam. Demokrat ingin AHY menjadi Cawapres Anies, sedangkan Nasdem tidak setuju dan lebih memilih sosok lain dari luar partai. Akibatnya elektabilitas Anies pun tergerus.
Lagi pula dalam perhelatan Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, Anies yang didukung Prabowo berhasil melenggang dengan mulus ke Balai Kota. Padahal saingan yang dihadapi adalah petahana dengan prestasi fenomenal. Namun kisah fenomenal itu seketika musnah akibat virus "si penista agama." Sayang waktu itu belum ditemukan vaksin penangkal plus boosternya. Akan kah kisah lama terulang kembali? Wallahu a'lam
Dalam pandangan penulis, lebih baik menjadi ikan sedang di Samodera Hindia daripada ikan besar di dalam baskom.
Lebih baik menjadi Cawapres di koalisi Gemuk nan makmur dan sudah jelas capresnya, daripada Capres di koalisi hemat yang tak jelas wujud Cawapresnya!
Lha ini memang true strory bro and sis. Dulu itu, ketika koalisi saingan belum terbentuk, bahkan kala itu pun Ganjar masih menjadi Capres PSI (hiks) Anies sudah melakukan tour "Anies for president 2024" ke seantero Indonesia dengan private jet. Pokoknya keren deh waktu itu.
Lalu datanglah "Belanda yang mengganduli tentara NICA." Kasus proyek pengadaan BTS di Kemenkominfo pun meletup. Dan sejak itu tidak ada lagi cerita private jet dan akomodasi mewah.
Nah, tujuan dari berpolitik itu adalah untuk mewujudkan ideologi/pemikiran yang tentunya hanya bisa diwujudkan lewat kekuasaan. Lha, kalau tanpa kekuasaan maka hasilnya adalah bak narasi ODGJ di emperan toko. Narasi itu pun seketika terhenti setelah si pemilik toko kemudian menyiramkan segayung air.
Nah, cara paling mudah untuk mendapatkan kekuasaan tentu saja dengan mengganduli koalisi partai politik yang mempunyai probabilitas tertinggi untuk meraih suara rakyat.
Catat ya, "Suara rakyat" bukan "hati rakyat." Karena konon katanya rakyat +62 ini sudah mudeng. Ketika akan memasuki bilik TPS untuk mencoblos, akan terngiang suara berbisik, "Maju tak gentar membela yang bayar. Kuatkan hatimu karena hatimu memang untuknya, tapi surat suaramu adalah untuk yang bayar!"