Beberapa waktu lalu, seorang Bandar togel (toto gelap) bernama Porkas Panggabean meninggal dunia.
Nama Porkas yang seorang BTL (Batak Tembak Langsung) dari Tarutung ini ternyata cukup dikenal di kalangan masyarakat. Apalagi ia dulunya adalah seorang jawara di Kawasan Lemahabang, Bekasi hingga Karawang sana.
Oleh karena itu banyaklah pelayat datang ke rumah duka untuk memberi penghormatan terakhir kepada mendiang Porkas.
Namanya orang Batak, maka tertib acara penghiburan bagi keluarga yang berduka itu lalu diatur sedemikian rupa agar semua kelompok pelayat bisa mendapat giliran berbicara.
Setelah kelompok preman selesai memberi sepatah dua kata penghiburan kepada keluarga mendiang, maka tibalah giliran kelompok jurtul (juru tulis) dan agen togel memberikan kata-kata penghiburan.
Kelompok agen togel ini tadinya sudah mempersiapkan seorang juru bicara bagi mereka. Akan tetapi, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Juru bicara ini mengalami "laka tunggal." Motornya menabrak angkot yang sedang ngetem di perempatan jalan menuju rumah Porkas tadi.
Menurut "info A1," beliau Kini masih dirawat di tukang urut setempat. Setelah beliau ini sehat walafiat beberapa hari ke depan, maka ia pun akan mengucapkan sepatah dua kata di makam Porkas.
Kini kelompok agen togel terpaksa harus menunjuk seorang pembicara untuk mewakili mereka. Setelah aksi saling dorong diantara sesama jurtul tadi terjadi, maka hasilnya terdoronglah seorang pria paruh baya ke depan.
Setelah menghela nafas panjang, ia kemudian berkata, "Yang saya muliakan Bapak Delapan Kosong (Kepala Desa), Bapak Enam Kosong (Kapolres), Bapak Tujuh tujuh (walikota) dan Ibu Tiga enam (Pendeta Wanita) yang sudah berkenaan hadir ditempat ini."
Setelah melihat Bapak Enam Kosong manggut-manggut, ia kemudian meneruskan pidatonya. "Izinkanlah saya memperkenalkan diri. Nama saya Ucok Panggabean, BTL dari Tarutung dan juga merupakan tetangga dan anak didik dari Ketua mendiang ini. Di kampung kami tadinya hidup sebagai Delapan dua (gembala kerbau) dan Sembilan lima (petani) Karena bosan di kampung kami kemudian menjadi Empat lima (pengembara) ke Jakarta."
Setelah melihat Bapak Delapan Kosong mengacungkan jempolnya, Ucok lalu berkata. "Perlu saya sampaikan juga bahwa Ketua ini tadinya bercita-cita menjadi seorang kosong dua (sarjana) agar bisa menjadi Satu lima (Hakim), tapi kemiskinan kemudian melenyapkan impiannya itu.