Lihat ke Halaman Asli

Reinhard Hutabarat

TERVERIFIKASI

Penikmat kata dan rasa...

Tiga Hati Untuk Satu Cinta (Bagian 6)

Diperbarui: 14 Januari 2022   19:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cinta segi tiga, sumber : https://thumbs.dreamstime.com/z/love-triangle-22624833.jpg

"Pisau tajam karena diasah," dan aku cemburu karena tidak punya hasrat untuk mengasahnya."

Aku nyaris saja mengetuk pintu kamar ketika pintu itu kemudian terbuka dari dalam. Sosok Ratih kemudian keluar dari kamar. "Hai" kataku dengan gugup. "Apa kabar Rat, gimana keadaan Armand."

Ratih kemudian menjabat tanganku sambil berkata, "Hai Bram, masuklah." Aku terperanjat. Tangan Ratih begitu dingin, mungkin sedingin hatinya yang tampak membeku. Aku kemudian menyerahkan keranjang buah dan roti yang kubawa kepadanya.

Sosok Armand terbaring lemah. Aku terkejut melihat penampilannya. Tubuhnya kurus kering dengan rambut plontos. Matanya begitu kuyu. Beda sekali dengan penampilan Armand yang selama ini kukenal. Tubuh atletis, muka tampan dengan rambut panjang tebal itu rupanya sudah sirna. Mata kami kemudian saling beradu, dan aku tak tahan. Aku kemudian berlari memeluknya sambil menangis sekuatnya, "Maafin aku ya bro gak pernah mengunjungimu"

Armand memelukku dengan sekuat tenaganya. Iapun menangis, tapi yang terdengar hanya sebuah ratapan  lemah. Entah berapa lama kami berpelukan sambil menangis. Rasa benci dan sakit hati selama ini seketika hilang berganti dengan rasa iba dan rindu.

Aku masih ingat ketika masa SMP dulu, saat Armand menginap di rumah sakit atau harus bed rest total di rumahnya. Hampir setiap hari aku menemaninya. Ketika ia tak mau makan, aku akan selalu membujuk dan kemudian menyuapinya. Terkadang kami tidur berdua di ranjangnya yang besar itu. Sebelum tidur kami biasanya bercerita tentang banyak hal. Ah, dulu itu kami seperti saudara kembar saja.

Armand tergolek lemah seperti kehabisan tenaga. Ia sepertinya tidak mampu lagi berbicara. Aku kemudian memperbaiki letak bantalnya dan mengusap-usap kepalanya. "Udah kamu tidur aja ya, aku nanti yang jagain kamu sampe besok, oke?"

Armand mengangguk lemah dan kemudian memegang telapak tanganku. Aku kemudian memijat tangan dan tubuhnya dengan lembut. Tak lama kemudian terdengar suara mengorok yang lemah.

Suasana begitu kaku. Armand sudah tertidur pulas, tapi aku tidak berani mengalihkan pandanganku darinya. Tiba-tiba terdengar suara lembut Ratih, "minum dulu Bram," katanya sembari menyodorkan sebotol air mineral. Suara itu mulai terdengar ramah, tidak dingin lagi. Aku kemudian menerimanya, "Makasih Rat." Ketika aku menatapnya, air matanya kemudian bercucuran membasahi pipinya.

Tiba-tiba air mataku juga kembali tumpah tanpa bisa kutahan. Aku sungguh tak tahu apa yang kutangisi. Apakah Armand, Ratih, diriku sendiri yang kini juga sendiri, atau kesemuanya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline