Lihat ke Halaman Asli

Reinhard Hutabarat

TERVERIFIKASI

Penikmat kata dan rasa...

"Kurang Ajarnya" Orang Inalum

Diperbarui: 3 Juli 2020   00:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muhammad Nasir, sumber : https://media-origin.kompas.tv/

Bukan Rocky Gerung, Fadli Zon, Fahri Hamzah atau Rizal Ramli yang menjadi bintang pada minggu ini. Telah lahir bintang baru yang mungkin akan segera hadir pula untuk mengisi acara ILC-nya Karni Ilyas. Bintang baru itu bernama Muhammad Nasir, nama yang sangat asing ditelinga warga +62.

Akan tetapi ketika disebut nama saudaranya, maka warga +62 akan serempak menyahut dengan seruan tertahan, "oh itu toh..." Yah, nama saudara Muhammad Nasir ini adalah Muhammad Nazaruddin, maling kasus Hambalang, yang proyeknya baru akan selesai pada Lebaran Kuda mendatang...

Brutal, kasar, arogan (dan tampak bodoh) adalah gaya yang ditunjukkannya pada acara RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara Komisi VII DPR dengan Inalum (PT Indonesia Asahan Aluminium)

Gaya Muhammad Nasir ini bahkan membuat preman batak di terminal lari ketakutan, mengurut dada sambil istigfar... Itu bukan karena Muhammad Nasir ini marah-marah di terminal, melainkan karena marahnya itu di tempat terhormat para yang mulia tuan DPR bersidang untuk menentukan hidup-mati 256 juta warga +62!

Mungkin preman batak itu lupa kalau Muhammad Nasir yang brutal ini pun termasuk salah satu dari yang mulia tuan DPR itu sendiri. Artinya para yang mulia tuan DPR ini memang memiliki privilege untuk bersikap dan berbicara ala preman ketika berada di tempat manapun, termasuk tempat ibadah misalnya, karena mereka ini adalah "utusan tuhan" bagi 256 juta warga Indonesia!

Mari kita lupakan sejenak urusan preman ini dan kita fokus pada hakikat utama penyebab "kekerasan verbal" ini.

Alkisah, pada zaman dimulainya Orba oleh mbah kakung Suharto, maka dimulailah "New Normal Imperialisme" ekonomi lewat kedatangan perusahaan-perusahaan asing seperti Freeport misalnya. Freeport ini kemudian mengeruk isi perut bumi Papua selama berpuluh-puluh tahun.

Ketika itu kita hanya bisa menonton dari jarak jauh, sementara saudara kita warga papua hanya bisa menatap dari dekat dengan kotekanya, namun tak bisa juga berbuat apa-apa.

Saham mayoritas tambang Freeport Indonesia itu dikuasai sepenuhnya oleh asing. Itulah sebabnya Pemerintah pun kini ikutan menonton juga ketika raw material itu diangkut ke Amerika.

Idealnya Freeport membuat smelter yang kemudian diikuti oleh industri hilirnya di Indonesia. Dengan demikian yang diekspor itu adalah produk-produk unggulan bernilai tinggi.

Bukan itu saja, industrilisasi dari hulu hingga hilir pastinya akan menambah penghasilan Pemerintah dari pajak. Dan jangan lupakan juga penyerapan tenaga kerja untuk industri-industri tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline