Lihat ke Halaman Asli

Reinhard Hutabarat

TERVERIFIKASI

Penikmat kata dan rasa...

Surat Seorang Ibu kepada Putrinya

Diperbarui: 1 Januari 2020   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar seorang ibu dan bayinya, sumber: republika.co.id

Hai, apa kabar puteri cantikku sayang, mama harap kamu dalam keadaan baik-baik saja sayang.

Mira, mama senang banget mendengar kabar baik bakal hadirnya cucu mama dalam keluarga besar kita. Tentu kamu dan Gerald sudah tak sabar lagi untuk menyambut kelahirannya. Mama juga selalu mendoakan yang terbaik bagi kalian berdua, karena mama sayang kepada kalian berdua.

Mira, sudah seharusnyalah seorang ibu memberikan yang terbaik yang dapat dia berikan kepada puteri yang dikasihinya. Untuk itu mama ingin berbagi cerita kepadamu, yang pasti akan sangat berguna bagi kalian berdua kelak.

Kehadiran seorang bayi dalam sebuah keluarga adalah momen penting yang tak terlupakan. Namun sebaliknya kehadirannya juga menuntut perhatian dan komitmen yang tinggi dari ibu, dan juga sang ayah tentunya, yang mungkin saja akan sering merasa terabaikan oleh kehadiran sang bayi.

Mira, mama senang kamu akhirnya resign dari pekerjaanmu demi bayi kalian nantinya.

Mama berharap kamu setidaknya dua atau tiga tahun fokus untuk mengurus sibayi. ASI eksklusif sampai bayi berusia dua tahun terbukti membuat tubuh bayi lebih kebal terhadap beberapa penyakit.

Walaupun begitu, mama berharap nantinya kamu akan bekerja dan punya penghasilan sendiri juga. Selain agar bisa mandiri, penghasilan dari istri terkadang bisa membantu biaya operasional rumah tangga ketika terjadi musibah atau ketika suami tidak punya penghasilan.

"Hope for the best but prepare for the worst" adalah semboyan yang mama pegang dengan teguh. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Wanita yang mandiri dalam berfikir dan secara materi tentu saja akan lebih siap untuk menghadapi setiap prahara yang mungkin akan menerpa rumah tangganya. Materi jelas memberikan sedikit keleluasaan dalam hal berfikir dan bertindak bagi setiap ibu rumah tangga.

Mama dulu punya pengalaman soal ini. Persis pada hari ulangtahun pernikahan mama-papa yang ketiga, dengan berlinang air mata, kami terpaksa harus menjual cincin kawin karena tidak punya uang. Papa baru saja dipecat, sementara kontrakan rumah harus segera dibayar.

Mama juga tidak punya modal ijazah untuk bekerja, tersebab suka berpindah-pindah jurusan ketika kuliah. Akhirnya mama tak selesai kuliah dan keburu menikah...

Pengalaman pahit itu membuat mama belajar. Kebetulan mama suka membuat kue, lalu memulai usaha kecil-kecilan dari rumah. Ketika itu kamu masih bayi. Perlu waktu lima tahun kemudian barulah mama bisa mencicil ruko yang menjadi bakery kita itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline