Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah.
Garuda memang sering menuai kontroversi. Baik Garuda merah yang merumput di lapangan hijau, maupun Garuda putih yang mengangkasa ke langit biru.
Awal tahun ini Garuda putih menyentak publik dengan Laporan Tahunannya, buntung dikatakan untung! Publik yang tadinya melayang karena bangga, seketika langsung grounded!
Setelah Depkeu memeriksanya kembali, ternyata Garuda memang masih buntung!
Laporan keuangan Garuda itu memang menggelikan. "Rencana pendapatan (Insya Allah)" lewat penyewaan WIFI kepada penumpang dalam penerbangan untuk beberapa tahun ke depan itu, ternyata sudah dimasukkan ke dalam pos Pendapatan tahun 2018!
Rupanya prinsip akutansi ala Garuda tersebut berbeda dengan prisip akutansi yang ada di dunia ini...
Namun rupanya Garuda ini piawai juga bermain ilmu ngeles. Laporan Keuangan 2018 itu dikatakan merupakan hasil pemeriksaan dari auditor independen, dan tidak ada campur tangan direksi atau komisaris. Ini sebenarnya pelanggaran amat berat bagi sebuah perusahaan terbuka yang sudah go publik.
Namun sang juragan tak menggubrisnya. Sultan pun tetap aman di singgasananya.
Kontroversi lainnya adalah kasus tersebarnya foto tulisan tangan menu bagi para penumpang kelas bisnis pada rute Sydney-Denpasar yang dibagikan dalam instastory akun @rius.vernandes pada Sabtu 13 Juli 2019 lalu.
Keluhan utama penumpang kelas bisnis sebenarnya bukan pada menu tulisan tangan itu, melainkan pada habisnya wine, yang merupakan layanan standar untuk kelas bisnis.
Anehnya, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia membantah jika kartu menu tulisan tangan yang diunggah @rius.vernandes itu merupakan kartu menu milik Garuda Indonesia, yang sengaja dibagikan untuk penumpang kelas bisnis.