Seorang wanita cantik memakai rok mini duduk di sebuah angkot yang tertahan oleh pendemo di dekat kantor Bawaslu. Di paha kirinya tampak gambar 01. Di paha kanannya tampak pula gambar 02. Tak lama kemudian, pemuda yang duduk di depannya bertanya dengan keheranan, "Mbak, yang di tengah itu 03, Su-ya Pa-oh ya?" Dengan kagetnya wanita cantik itu berseru, "Aduh maaf ya mas, saya kelupaan pakai CD..."
Pertemuan Jokowi-Prabowo di Mal FX Senayan dua minggu lalu itu rupanya adalah menu pembuka "Reformasi Politik Gaya Baru ala PDIP" yang tampaknya bakal diterapkan dalam penyusunan kabinet Jokowi Jilid II mendatang.
Dimulai dengan naik MRT dari stasiun Lebak Bulus menuju Sudirman untuk menikmati hidangan sate Senayan, wisata kuliner itu kemudian dituntaskan dengan menikmati nasi goreng Teuku Umar, yang memang sudah kesohor sejak zaman Gus Dur itu.
Reformasi kuliner ala PDIP ini tentu saja membuat petinggi parpol dari koalisi Jokowi-Amin blingsatan. Yang paling kentara tentu saja tuan Surya Paloh yang langsung membuat "poros tengah" untuk mengantisipasi masuknya Gerindra ke dalam kabinet Jokowi Jilid II nantinya. Tak lama setelah Reformasi sate Senayan, "Bang brewok" langsung melakukan pertemuan terbatas dengan petinggi Golkar, PKB dan PPP di kantor DPP Nasdem Gondangdia, Jakarta.
Bersamaan dengan reuni Megawati-Prabowo dalam edisi menikmati nasi goreng di Teuku Umar itu, Surya Paloh yang tak bisa lagi menahan kegalauan hatinya langsung mengadakan pertemuan empat mata dengan "gubernur idaman," dalam edisi "Menikmati nasi kebuli sambil menerawang sunrise pada 2024"
Blunder? Putus asa? Tampaknya kedua-duanya. Empat bahkan kalau hendak ditambahkan dengan rasa malu dan kecewa! Apakah pertemuan Jokowi-Prabowo dan Megawati-Prabowo ini sebuah manuver politik yang tiba-tiba saja terjadi? Tentu saja tidak!
Pertemuan seperti ini memang sudah direncanakan sejak lama, tentu saja dengan beberapa opsi tertentu, sesuai dengan dinamika yang berkembang di masyarakat.
Koalisi PDIP-Gerindra bukanlah hal yang mustahil terjadi, sebab mereka itu dulunya pernah bersekutu. Apalagi platform mereka itu adalah sama. Kalau begitu, apakah koalisi Jokowi yang sekarang ini akan bubar?
Seperti disebutkan diatas, rencana koalisi ini sudah direncanakan dengan cermat dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi tertentu. Misalnya saja, seandainya koalisi Gerindra dengan PKS dan Demokrat mengalami friksi, opsi ini akan dipakai Gerindra untuk merapat ke PDIP. Isu "jenderal kardus" dan tekanan dari PKS untuk jatah Wapres pendamping Prabowo, telah mengindikasikan hal itu.
Sumpah, sendirian itu sungguh tidak enak! Putusan MK kemarin itu telah membuat Prabowo patah hati. Dia ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Tak ada lagi sebutan, "Siap pak Presiden!" baginya, sebab dia bukan lagi Capres melainkan seorang warga biasa sahaya. Beruntunglah ada pemilu serentak, sebab kalau Pileg dilakukan sekarang, maka perolehan suara Gerindra akan hantjoer leboer. Jadi strategi merapat ke PDIP ini memang sangat djitoe.
Sebaliknya, sekalipun Jokowi-Amin itu menang telak dalam Pilpres kemarin, tetapi ongkos yang harus mereka bayar cukup mahal juga. Jelas terbaca kalau anggota koalisi Jokowi-Amin berusaha memaksakan kehendak (jatah menteri) kepada Jokowi/PDIP. Itulah sebabnya pintu belakang rumah Teuku Umar menuju Kertanegara itu tidak pernah ter-koentji. Jadi skenario PDIP mau merapat ke Gerindra bukanlah hal yang aneh.