Lihat ke Halaman Asli

Reinhard Hutabarat

TERVERIFIKASI

Penikmat kata dan rasa...

Sebuah Keberuntungan dalam Sepak Bola

Diperbarui: 9 Maret 2018   10:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto : Kompas Bola

Hasil pertandingan leg II babak perdelapan final Liga Champion minggu ini sudah berakhir dengan meloloskan klub Liverpool, Real Madrid, Manchester City dan Juventus. Dua klub Inggris Liverpool dan City sudah terlebih dahulu menjejakkan kaki ke babak perempat final setelah sebelumnya mencukur habis lawannya justru dikandang lawannya tersebut.

Liverpool, pemegang 5 gelar Liga Champion menghajar Porto perengkuh 2 gelar dengan skor telak 5-0 di kandang Porto. Sementara City menghajar Basel, sesama pendatang baru dengan skor telak 4-0 di kandang Basel. Sebelumnya Real Madrid, pemegang 12 gelar Liga Champion  menang 3-1 atas PSG di Santiago Bernabeu. Sementara itu Juventus pemegang 2 gelar Liga Champion berhasil menahan imbang 2-2 Tottenham Hotspur di Delle Alpi, Turin.

Mata pemerhati sepakbola sejagad kemudian tertuju pada dua tempat saja, Parc de Princes Paris dan Wembley London. Mayoritas penonton kemudian mengamini bahwa Madrid dan Juventus akan lolos berkat "Pengalaman mereka sebagai juara Liga Champion" atau boleh dikatakan Madrid dan Juventus akan "menang mental" atas lawan mereka tersebut.

Fakta kemudian berbicara bahwa mereka memang benar-benar lolos, tapi tidak melulu berkat menang mental semata. Selain strategi permainan yang tepat, faktor keberuntungan jelas sangat berperan disini.

Dalam pertandingan Madrid vs PSG, baik ketika bermain di Madrid maupun di Paris, PSG justru lebih mendominasi permainan. Kedua tim ini adalah klub bertipe menyerang dengan pertahanan sedikit longgar. Untuk urusan menyerang Neymar cs justru lebih garang, apalagi trio BBC Madrid akhir-akhir ini terserang "amnesia mencetak gol." Untungnya CR-7 sudah mulai bisa mencetak gol, walaupun kecepatan dan insting permainannya sudah sangat jauh berkurang.

Madrid adalah tim yang termasuk buruk dalam pertahanan. Ini hal yang wajar mengingat klub ini "berdarah biru" alias klub bertipe menyerang. Para bek Madrid doyan naik menyerang, dan terkadang mereka itu mencetak gol penting juga. Akan tetapi para bek ini sering terlena ketika naik, sehingga sering terlambat untuk "pulang..." Biasanya hanya Varane seorang yang tak pernah jauh dari pandangan mata Keylor Navas...

Bermodalkan margin 3-1, Zidane lalu mengubah strategi ketika bermain di Paris. Madrid tak pandai bertahan dan Zidane tak sudi menumpuk 5 bek di belakang. Skema 4-3-3 yang rawan bencana dirobah menjadi 4-4-2. Terinspirasi pada Firmino, Zidane lalu menugaskan Pemain bernomor 9 (Benzema) untuk bermain pada posisi False 9 dengan sedikit mundur, dan turun untuk menjemput bola. Untuk posisi ini, pemain bernomor punggung 9 ini memang bermain baik.

Terinspirasi pada "Superpippo" Filippo Inzaghi, Zidane lalu menempatkan pemain bernomor punggung 7 pada pos "Pemain bernomor 9..." CR-7 tak lagi muda, akan tetapi naluri mencetak golnya tidak akan pernah luntur. Bermain pada posisi itu akan membuat CR-7 nyaman. Kalau dia capai berlari, maka dia boleh juga berjalan saja, dan tidak ada yang melarang... Zidane sangat yakin kalau CR-7 akan dapat memaksimalkan peluang sekecil apapun untuk menjadi sebuah gol!

Dengan skema tersebut, seharusnya Bale bisa bermain pada posisi favoritnya, sayap kiri! Akan tetapi Zidane sengaja menyimpan Bale untuk plan B.  Zidane lalu menempatkan duet "gelandang penuh nafsu" Asensio di sayap kiri dan Vazquez di sayap kanan. Kali ini, "aneh tapi nyata," Madrid tidak memakai gelandang serang barang seorang pun! Sebaliknya Zidane memasang "duet badak" Casemiro dan Kovacic sebagai gelandang bertahan untuk melindungi bek tengah!

Inilah cara Zidane untuk bertahan dan terbukti sangat mandjoer! Dalam skema 3 gelandang seperti biasanya, Kovacic sering terlihat kikuk. Terkadang dia "menyaru" seperti Casemiro, terkadang seperti Modric atau Kroos. Terkadang terlalu maju, terkadang terlalu mundur. Akhirnya dia sering "terlihat diparkiran" saja. Namun pada pertandingan melawan PSG kemarin itu, duet Casemiro-Kovacic menjadi koentji keberhasilan Madrid menaklukkan PSG!

Selain itu Zidane juga memberi titah untuk memperlambat tempo permainan, dan menutup rapat ruang tengah. Itulah sebabnya Marco Veratti kesulitan untuk mengatur serangan PSG dari tengah. Sialnya, pada saat Veratti mulai menemukan ritme permainan yang pas, dia harus keluar lapangan akibat intimidasi Casemiro yang sukses!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline