Lihat ke Halaman Asli

Reinhard Hutabarat

TERVERIFIKASI

Penikmat kata dan rasa...

Langkah Mendesak untuk Restorasi Ekosistem Hutan kawasan Danau Toba

Diperbarui: 12 September 2016   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto : www.khatulistiwa.info

Tanpa disadari dalam beberapa dekade terahir ini, kawasan danau Toba telah mengalami perubahan tampak yang sangat berbeda. Hutan-hutan yang dulu menghijau kini berubah menjadi gundul, gersang, rawan terbakar dan rawan longsor. Kawasan pegunungan Bukit Barisan yang membentang mulai dari Kabupaten Simalungun, Tobasa, Taput, Humbahas, Samosir, Dairi dan Karo ini tadinya dipenuhi kawasan hutan lebat. Akan tetapi kini telah mengalami tingkat kerusakan lingkungan yang sangat mengkawatirkan.

Kerusakan-kerusakan hutan tersebut membawa banyak konsekwensi dari terdegredasinya suatu ekositem seperti kerusakan habitat bagi satwa, perubahan fungsi hidrologi serta hilangnya kapasitas produktivitas ekosistem. Oleh sebab itu restorasi terhadap ekosistem dikawasan tersebut sangat mendesak untuk dilaksanakan.

Dampak terbesar dari kerusakan hutan itu bagi danau toba adalah, berkurangnya debit air yang masuk kedanau. Hal itu dapat kita lihat pada turunnya muka air pada PLTA Asahan, yang airnya bersumber dari danau Toba. Akibatnya turbin tidak dapat beroperasi dengan kapasitas terpasang, yang kemudian pada ahirnya berpengaruh kepada pasokan listrik! Selain itu, kini sungai-sungai yang bermuara ke danau toba juga membawa sedimen lumpur dan limbah kedalam danau.

Selain bagi kepentingan danau Toba sendiri, kerusakan hutan juga membawa dampak yang buruk bagi masyarakat. Kerusakan hutan dikawasan Karo, bahkan sering mengakibatkan banjir bandang yang dasyat bagi kota Medan yang sangat jauh dari kawasan hutan tersebut! Banjir bandang bukan saja membawa air bah dan lumpur, tetapi juga membawa sampah dan batang-batang pohon besar dari jarak ratusan km!

Kelihatannya ketujuh pemerintah kabupaten dikawasan danau Toba tersebut tidak mau berbuat sesuatu atau tidak mampu untuk mengatasi persoalan tersebut diatas.

Itulah sebabnya kita tidak mungkin berharap banyak kepada mereka, bahkan termasuk kepada Kementerian Kehutanan sekalipun, karena selama puluhan tahun waktu telah berjalan, kawasan itu semakin memburuk kondisinya!

Kalau pemerintah telah membentuk sebuah Badan Otorita untuk mengurusi wisata kawasan danau Toba, maka pemerintah juga harus membentuk sebuah Badan Otorita independen untuk mengurusi Restorasi  kawasan danau Toba ini agar kembali seperti semula, dan sekaligus membawa manfaat juga bagi penduduk dikawasan tersebut.

Badan otorita ini akan bekerja sesuai dengan target yang sudah ditentukan dari semula dalam suatu jangka waktu tertentu (misal, 20 tahun) untuk merestorasi ekositem kawasan tersebut.

Target tersebut akan menjadi acuan program kerja restorasi sehingga walaupun staff pelaksana lapangan akan berganti kelak, program tetap berjalan sesuai dengan target yang sudah ditentukan. Dengan demikian program tersebut akan tetap terukur dan akuntable!

Itulah perbedaan besar kalau program tersebut dilakukan oleh misalnya kabupaten. Ketika misalnya sang Bupati lebih suka “nyabu” atau bersenang-senang dengan hasil jarahan korupsinya, maka program restorasi tersebut bisa dipastikan akan gagal! Sebaliknya dengan Otorita. Ketika progres tidak sesuai dengan target, maka tim pelaksana lapangan akan segera diganti dengan orang yang lebih kapabel.

Artinya pelaksanaan pekerjaan tidak tergantung kepada orang, melainkan kepada program kerja yang sudah ditentukan! Agar program kerja berjalan dengan baik, tentu saja otorita akan melibatkan masyarakat, LSM dan juga petugas lapangan Dinas Kehutanan!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline