Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak telah berlangsung selama tiga pekan. Semula pembahasan tersebut diharapkan selesai 8 Juni 2016 kemarin. Akan tetapi Pembahasan tersebut berjalan mandeg karena pemerintah dan partai-partai bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing, seperti yang tertuang dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM). Pembahasan itu ahirnya hanya berisikan perdebatan tanpa hasil.
Ketua Panja H. Soepriyatno mengatakan, jumlah pasal yang sudah dibahas baru sekitar 7 pasal, dari 27 pasal yang ada. Pekan ini pihaknya akan memindahkan pembahasan RUU ini ke gedung DPR. Soeprayitno berharap pembahasan pada pekan ini bisa berjalan lebih lancar karena semua anggota Panja sudah berkoordinasi lagi dengan fraksinya. Diharapkan beleid ini sudah bisa digunakan 1 Juli 2016 nanti, agar program tax amnesty bisa terlaksana tahun ini juga.
Dalam RAPBN-P 2016, Pemerintah memperkirakan tebusan tax amnesty akan menambah penerimaan pajak sebesar Rp 165 triliun. DPR menilai target tersebut terlalu tinggi, apalagi pemerintah tidak menyertakan secara tranparan data wajib pajak yang menjadi sasaran.
Sementara DPR berharap pada data tersebut, agar bisa mencocokkan apakah target Rp 165 T tersebut relevan dengan data yang diberikan. Disisi lain anggota DPR sebenarnya berkepentingan juga untuk mengetahui apakah mereka termasuk dalam data wajib pajak tersebut atau tidak.
Angka Rp 165 T tentulah tidak kecil mengingat saat ini penerimaan pajak Indonesia masih di bawah target. Dalam RAPBN, pemerintah menyebut kemungkinan kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp 90 triliun. Dengan alasan tax amnesty dijadikan unggulan untuk menyumbang penerimaan pajak, pemerintah jelas punya kepentingan dengan jadi atau tidaknya tax amnesty di tahun ini. Demikian juga DPR. Sebagai lembaga yang diongkosi anggaran, DPR harusnya mahfum penerimaan pajak yang seret bakal memacetkan pelaksanaan program kerjanya.
Ini memang persoalan pelik bagaikan makan buah simalakama. Disatu sisi tax amnesty ini manfaatnya sangat banyak. Bukan saja pada sisi penerimaan pajak sebesar Rp 165 T yang seperti ditargetkan pemerintah diatas, tetapi juga akan aliran dana masuk hasil repatriasi yang diperkirakan bisa mencapai Rp 2.000 T. Uang sebesar itu pasti akan menggerakkan ekonomi dan mengurangi angka pengangguran.
Akan tetapi Disatu sisi lain, tax amnesty ini seakan melukai perasaan para warga baik yang taat pajak, karena mereka itu selalu berusaha tetap membayar kewajiban mereka kepada negara walau dalam kondisi sesulit apapun.
Kita memang tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak. Akan tetapi adalah bijaksana untuk mengambil sebuah sikap, walaupun konsekuensinya berat daripada tidak mengambil sebuah sikap, atau bersikap membiarkan semuanya berjalan maju mundur!
Tapi ada satu hal yang mungkin tidak kita sadari termasuk juga para anggota panja, yaitu mengapa proses pembahasan selama tiga minggu itu menjadi mandeg. Mungkin salah satunya karena tempat pembahasan itu berlangsung di tempat mewah hotel berbintang, mulai dari Hotel Crown hingga Hotel Intercontinental, Jakarta.
Bagi saya dan kebanyakan rakyat jelata lain yang biasa meminum kopi berharga tiga ribu per gelas di warteg, tentulah sangat susah berkonsentrasi merumuskan sesuatu kalau meminum kopi yang berharga diatas seratus ribu per cup. Sekiranya pembahasan RUU tersebut dilaksanakan di warteg, pastilah dalam setengah hari semuanya sudah kelar.
Memang sebaiknya rapat-rapat yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dilaksanakan di warteg saja supaya cepat dan hasilnya merakyat pula!