Setya Novanto ahirnya terpilih menjadi Ketum baru lewat satu putaran saja karena Ade Komarudin dengan legowo mendukung Setnov untuk menjadi boss baru Golkar. Langkah Akom dan kawan-kawan ini patut diancungi jempol, karena menunjukkan kedewasaan berpolitik yang sangat jarang dimiliki oleh para politikus jaman sekarang ini.
Cikal bakal perubahan di tubuh Golkar, sudah mulai kelihatan ketika ARB dan AL tidak akan nyalon menjadi ketum lagi, dan akan digantikan oleh kandidat-kandidat baru.
Delapan kandidat ini adalah kader terbaik partai, dengan pemilihan mengerucut pada dua tokoh, Akom yang didukung RI-2, dan Setnov yang didukung RI-1.
Dalam pemilihan ketum kali ini, sangat berbeda atmosfirnya dengan pemilihan-pemilihan ketum sebelumnya dimana isu kekuatan uang yang lebih dominan.
Hasil pengumpulan suara menunjukkan fakta aktual, siapa petarung yang sesungguhnya dan kekuatan apa yang bertarung dibelakangnya!
Satu dekade lalu, ketika JK masih menjabat RI-2, Dia kemudian menjadi ketum Golkar, dan Golkar otomatis berdiri dibelakang pemerintah. Akan tetapi peran JK yang kelihatan agak agresif itu membuat SBY kurang nyaman, akibatnya mereka kemudian bercerai dalam pilpres berikutnya.
Sejarah kemudian berulang. JK hendak mengulangnya lagi lewat Akom. RI-1 tidak pernah takut kepada RI-2, dan tetap menganggapnya sebagai mitra sejati. Akan tetapi RI-1 ingin rakyatnya, para pembencinya, dan terutama RI-2, paham betul mengapa dia layak disebut RI-1! Itu Karena dia mampu melakukan hal-hal yang mustahil untuk dilakukan oleh para pendahulunya!
Publik tercengang! Arah angin politik di negeri ini tiba-tiba berbalik dengan cepat.
Ahok pun “pegang kalkulator” Kalau dia mau nyalon lewat parpol, dia sudah pede sambil cengengesan. Bukankah dia dulu orang Golkar juga? Trus gimana nasib orang yang bikin blangko ktp palsu buat menohok Ahok?
Dalam sejarah per-parpol-an, Golkar adalah partai terbaik di negeri ini didalam pengkaderan dan pengorganisasian, dan selalu mampu mengkonsolidasikan semua kekuatan ketika diperlukan.
Hampir disemua partai, Kader-kader Golkar yang menjadi pengurusnya, dan sampai kapanpun, darah mereka itu “masih ada kuningnya”