Lihat ke Halaman Asli

Konsep Negara Dalam Islam

Diperbarui: 9 Mei 2024   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep Negara Dalam Islam

     Agama dan negara adalah dua buah intitusi yang sangat penting bagi masyarakat khususnya yang ada dalam wilayah keduanya. Agama sebagai sumber etika moral mempunyai kedudukan yang sangat penting  karena berkaitan erat dengan perilaku seseorang dalam interaksi sosial kehidupannya. Dalam hal ini agama dijadikan sebagai alat ukur atau pembenaran dalam setiap langkah kehidupan, baik interaksi terhadap sesama maupun kepada sumber agama itu sendiri. Pada sisi lain negara merupakan sebuah bangunan yang mencakup seluruh aturan mengenai data kemasyarakatan berlaku dan pempunyai kewenangan memaksa bagi setiap masyarakat.


     Konsep negara dalam islam termasuk wilayah ijtihad umat islam. Oleh karena itu, masalah negara merupakan urusan duniawi yang bersifat umum. Al-qur'an mengandung nilai dan ajaran yang bersifat etis mengenai aktivitas sosial politik umat manusia. Ajaran ini mencakup prinsip-prinsip tentang keadilan, persamaan, persaudaraan, musyawarah dan lain-lain. Islam adalah agama universal, agama yang membawa misi rahmatan lil alamin.


     Islam juga memberikan konsep kepada manusia mengenai persoalan yang berkaitan dengan urusan duniawi, seperti cara mengatur perekonomian, penegakan hukum, konsep politik, dan sebagainya. Salah satu bukti tercatat dalam sejarah, ketika nabi hijrah ke kota Madinah, beliau mampu menyatukan masyarakat yang majemuk yang terdiri atas berbagai agama dan peradaban yang berbeda dalam satu tatanan masyarakat madani.


     Perkenalan para ilmuwan Islam dengan alam pikiran Yunani semakin meluas dan mendalam. Proses ini menimbulkan masalah kenegaraan secara rasional sehingga memunculkan sejumlah pemikir Islam beserta gagasannya, seperti Syihab Ad-Din Ahmad ibn Abi Rabi' disusul Al-Farabi, Al-Mawardi, Al-Ghazali, Ibn Taimiyyah yang hidup setelah runtuhnya kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Mereka dianggap sebagai eksponen yang mewakili pemikiran politik umat Islam pada zaman pertengahan.


     Para pemikir politik Islam abad pertengahan banyak mengadopsi pemikiran Plato dan Aristoteles mengenai konsep terbentuknya negara, seperti yang dikatakan Al-Ghazali, manusia tidak dapat hidup sendiri di sebabkan oleh dua faktor: Pertama, kebutuhan terhadap keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia. Kedua, saling bantu membantu dalam penyediaan bahan makanan, pakaian, dan pendidikan anak. Dua faktor tersebut memerlukan kerja sama yang baik antar sesamanya, untuk itu diperlukan tempat tertentu dan dari sinilah lahir suatu negara.


     Sedangkan menurut pandangan Ibnu Taimiyah, negara dan agama saling berkaitan menjadi satu. Tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya. Tanpa disiplin hukum wahyu, negara pasti menjadi sebuah organisasi yang tirani.


     Tema mengenai politik Islam dalam hal ini yaitu hubungan agama dan negara merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan yang terus berkepanjangan dikalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari negara atau negara merupakan bagian dari dogma agama. Bahkan dikatakan bahwa persoalan yang telah memicu konflik intelektual untuk pertama kalinya dalam kehidupan umat Islam adalah berkait dengan masalah hubungan agama dengan negara.


     Menurut Deliar Noer, Islam setidaknya meliputi dua aspek pokok yaitu agama dan masyarakat (politik). Akan tetapi untuk mengartikulasikan dua aspek tersebut dalam kehidupan nyata merupakan suatu problem tersendiri. Umat Islam pada umumnya mempercayai watak holistik Islam. Dalam persepsi mereka, Islam sebagai instrumen Ilahiyah untuk memahami dunia, seringkali lebih dari sekedar agama. Banyak dari mereka malah menyatakan bahwa Islam juga dapat dipandang sebagai agama negara.
Negara dalam Islam bisa diterjemahkan dengan berbagai cara. Perbedaan ini bukan saja disebabkan oleh faktor sosial-budaya-historis, tetapi bersumber juga dari aspek teologis-doktrinal. Menurut Karim, walaupun Islam mempunyai konsep khalifah, daulah, hukumah tetapi al-Qur'an belum menjelaskan secara rinci bentuk dan konsepsi sebuah negara.

     Tujuan dibentuknya sebuah negara dalam teori klasik islam, tidak semata- mata karena pemenuhan kebutuhan lahiriyah belaka, melainkan juga kebutuhan ruhaniyah. Untuk kepentingan ini agama dijadikan landasan bagi kehidupan kenegaraan. Dari sinilah kemudian muncul jargon politik islam " al- Islam huwa al-din wa al-daula" (Islam adalah agama dan negara) yang berarti tidak ada pemisahan antara agama dan negara. Sementara di sisi lain terdapat kelompok sekuler yang secara tegas menyatakan pemisahan antara agama dan negara, dan tidak ada kewajiban untuk membangun sebuah negara Islam di dunia ini. Pemegang konsep ini memandang bahwa agama adalah urusan akhirat, sedangkan negara adalah urusan dunia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline