Bagi saya, Gus Baha adalah oase di tengah hiruk-pikuk dunia maya. Setiap kali merasa lelah dengan rutinitas atau kehilangan arah, saya sering membuka YouTube dan mengetikkan nama beliau di kolom pencarian. Di sana, ada ribuan ceramah beliau yang selalu penuh hikmah, mengajak berpikir lebih jernih dan mendalam.
Sebagai santri online, saya tidak selalu punya kesempatan untuk hadir langsung di majelis Gus Baha. Namun, teknologi menjadi jalan alternatif yang sangat berarti. Meski hanya melalui layar, ilmu yang beliau sampaikan tetap terasa meresap. Bahkan, saya merasa seperti sedang duduk di depan beliau, mendengarkan dengan khusyuk.
Ngaji dari Layar: Antara Kemudahan dan Tantangan
Mengakses ceramah Gus Baha melalui YouTube adalah kemudahan yang tidak dimiliki generasi sebelumnya. Dalam hitungan detik, saya bisa mendengarkan tafsir Al-Qur'an, cerita-cerita para nabi, hingga pandangan kritis beliau tentang kehidupan modern.
Namun, saya juga menyadari tantangannya. Dunia maya sering kali penuh gangguan. Saat mendengarkan ceramah, notifikasi ponsel kerap muncul---entah itu pesan, berita viral, atau iklan yang tiba-tiba melintas. Kadang, fokus saya terpecah.
Dalam situasi seperti ini, saya mencoba mendisiplinkan diri. Saya sadar bahwa mengaji bukan hanya soal mendengar, tetapi juga merenungkan. Jika hanya mendengar tanpa merenung, ilmu akan lewat begitu saja tanpa meninggalkan bekas.
Rutinan Ngaji Rabu: Menikmati Keheningan Ilmu
Meski sering mengandalkan YouTube, saya pernah beberapa kali ikut langsung rutinan ngaji Rabu setiap dua pekan sekali. Pengalaman ini sangat berbeda. Di majelis langsung, saya merasakan suasana yang tidak bisa dirasakan melalui layar. Ada keheningan, kehangatan, dan kedalaman yang hanya bisa dirasakan ketika berada di tengah-tengah santri lainnya.
Salah satu momen yang paling membekas adalah ketika Gus Baha membahas tentang pentingnya sabar dalam mencari ilmu. Beliau bercerita tentang para ulama terdahulu yang rela berjalan ratusan kilometer hanya untuk satu hadits. "Kalau sekarang, sabar itu bentuknya ya tahan dulu notifikasi Instagram saat ngaji," kata beliau dengan nada bercanda, tapi tetap penuh makna.
Kalimat itu menampar saya. Betapa sering saya merasa malas atau terganggu oleh hal-hal sepele, padahal ilmu ada di depan mata. Rutinan ngaji Rabu menjadi pengingat bahwa ilmu membutuhkan kesabaran dan konsistensi.